..Ibadah qurban itu berarti perlu disiapkan dengan beternak yg baik !

Sabtu, 04 Oktober 2014

JUWAWUT (Pennisetum hypoides) SYARAT TUMBUH, BUDIDAYA, & TATA NIAGA

JUWAWUT (Pennisetum hypoides)
SYARAT TUMBUH, BUDIDAYA, & TATA NIAGA

1.    SYARAT  TUMBUH JUWAWUT


Tanaman jewawut memiliki adaptasi yang baik pada daerah bercurah hujan rendah bahkan di daerah kering sekalipun.

Jewawut dapat ditanam di daerah semi kering dengan curah hujan kurang dari 125 mm selama masa pertumbuhan yang pada umumnya sekitar 3-4 bulan. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. Di daerah tropis, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah semi kering sampai ketinggian 2.000 m dpl. Tanaman ini menyukai lahan subur dan dapat tumbuh baik pada bebagai jenis tanah, seperti tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, dan bahkan tetap tumbuh pada tanah miskin hara atau tanah pinggiran. Sedangkan pH yang cocok untuk tanaman ini adalah 4-8. (Grubben dan Partohardjono, 1996).

Jewawut di petani dikenal dengan berbagai nama lokal. Jewawut ditanam pada lahan kering di musim hujan periode Pebruari-Juni bersama dengan padi gogo atau dipinggiran kebun berteras sebagai penahan erosi kebuh jagung.

Jewawut ditanam tumpangsari dengan padi gogo. Tanaman jewawut berumur lebih cepat sekitar satu  bulan dari padi karena berumur 3 bulan, sehingga jewawut tergolong lebih hemat menggunakan air dari pada padi dan jagung. Sedangkan jewawut yang ditanam sisipan dengan tanaman jagung memiliki umur panen yang bersamaan dengan jagung.

Tanaman ini sangat mudah untuk dibudidayakan karena di tanam pada lahan-lahanladang penduduk dengan cara tanah yang digembur ditaburi dengan biji Jewawut. Kemudian tanaman ini tidak memiliki musim dan bisa ditanam sepanjang tahun dengan mempertimbangkan kondisi pertumbuhannya. Kemudian tidak membutuhkan jenis tanah khusus. Olehnya itu, bisa ditanam dimana saja dengan cara ditabur.

2.    BUDIDAYA JUWAWUT

Perbanyakan :

Jenis ini dapat diperbanyak dengan biji, baik ditaburkan atau ditanam dalam lubang. Kebutuhan benih 8—10 kg/ha apabila jenis yang ditanam hanya juwawut. Di India, jenis ini sering ditanam dalam campuran dengan padi-padian, kapas dan gandum.

Sistem Olah Tanah

Sistem olah tanah yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman jewawut, sorghum, gandum, dan wijen terdiri atas tiga metode atau cara, yaitu sistem olah tanah konvensional (yang menggunakan guludan/ bedengan), sistem olah tanah minimum (pada tanah yang subur atau gembur) dan sistem tanpa olah tanah. Berikut beberapa macam olah tanah yang biasa digunakan:

2.3.1 Sistem Olah Tanah Konvensional (Guludan atau Bedengan)

Prinsip dari sistem olah tanah konvensional (guludan atau bedengan) adalah mengolah tanah secara keseluruhan, yaitu dengan cara manual dan menggunakan cangkul atau linggis kemudian membongkar dan membalik tanah lalu diratakan. Tanah yang akan ditanami tanaman harus dibersihkan dari tanaman pengganggu seperti gulma. Tanah yang telah bersih kemudian dibentuk guludan atau semacam bedengan dengan saluran drainasenya agar dapat membuang kelebihan air pada musim-musim hujan. Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25–30 cm dengan lebar dasar sekitar 30–40 cm. Jarak antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan. Guludan dapat diperkuat dengan menanam rumput atau tanaman perdu (Chairani, 2010).

Keuntungan dari olah tanah konvensional adalah pertumbuhan tanaman akan subur sebab aliran aerase atau pertuara udara dalam tanah menjadi lancar, pori-pori tanah juga semakin banyak menyerap air dan unsur hara yang diperlukan tanaman. Namun, ada juga kerugian dari pengolahan tanah konvensional yaitu membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan penggunaan waktu juga kurang efisien sebab selain membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak juga membutuhkan waktu yang agak lama dibandingkan dengan olah tanah yang lain sebab dalam olah tanah ini, semua permukaan tanah diolah tanpa terkecuali bahkan tanah yang tidak ditanami (Chairani, 2010).

2.3.2 Sistem Olah Tanah Minimum (Pada Tanah Subur atau Gembur)

Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan atau pemberian pupuk (baik pupuk hijaupupuk kandang, atau kompos) dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik pengolahan tanah minimum perlu disertai denganpemberian mulsa. Keuntungan olah tanah minimum adalah menghindari kerusakan struktur tanah, mengurangi aliran permukaan dan erosi, memperlambat proses mineralisasi, mengefisienkan tenaga kerja daripada pengelolaan penuh, dan dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah. Kerugian dari olah tanah minimum adalahpersiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksi yang rendah, lebih cocok untuk tanah yang gembur, pemberian mulsa perlu dilakukan secara terus menerus, herbisida diperlukan apabila pengendalian tanaman pengganggu tidak dilakukan secara manual atau dilakukan secara mekanis (Chairani,2010).

2.3.3 Sistem Tanpa Olah Tanah

Untuk sistem tanpa olah tanah, juga bisa diterapkan pada tanah-tanah yang subur atau gemburSistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma (tanaman pengganggu). Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpu(Nursyamsi, 2004).

Persiapan lahan pada sistem TOT (tanpa olah tanah) dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida. Glyfosat merupakan salah satu herbisida yang banyak digunakan untuk mempersiapkan lahan TOT. Aplikasi herbisida pada lahan TOT seringkali menimbulkan adanya pergeseran gulma yang tumbuh berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi  gulma yang tumbuh pada saat persiapan lahan serta untuk membandingkan pengaruh saat aplikasi dan dosis herbisida glyfosat terhadap pergeseran gulma (Nurjanah, 2011).

Berikut teknik budidaya yang dapat diterapkan pada juwawut:

a.    Budidaya tanaan jewawut ini agak mirip dengan tanaman sorgum. Untuk penanamnnya dapat dilakukan di lahan maupun di dalam green house untuk menjaganya dari gangguan hama seperti burung dan hama tikus karena jewawut ini termasuk tanaman yang digemari oleh kedua jenis hama ini. Sama dengan sorgum, benih jewawut tidak disemaikan tetapi dapat langsung di tanam pada suatu media tanam ataupun lahan penanaman dengan jumlah benih yang ditanam sebanyak satu jumput atau malai dalam satu lubang tanam .Jarak tanam yang cocok untuk tanaman jewawut pada luas areal 2 x 3 meter adalah 75 x 20 cm atau 70x 25 cm.

b.Penyulaman, mengganti tanaman lama yang tumbuhnya tidak normal, rusak atau terkena hama penyakit dengan mencabut seluruh akarrnya kemudian diganti dengan tanaman baru pada lubang bekas tanaman tersebut.

c.Pemberian Ajir. Pemberian cagak untuk memperkuat berdirinya juwawut. Biasanya dilakukan 2-3 MST.

d.  Pemangkasan, merupakan proses pemotongan tunas/cabang yang tumbuh tidak produktif. Pelaksanaannya dilakukan 2 tahap, pertama pada saat pemasangan ajir selanjutnya pemangkasan kedua dilakukan 3-4 minggu setelah pemangkasan pertama.

e.    Penyiangan

f.     Roguing

g.Proses pemupukannya dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, TSP dan KCL dengan perbandingan 2 : 1 : 1 dan jika perlu menambahkan fosfor sebagai pelengkap.

h.Proses pemeliharaannya yang perlu dilakukan adalah penyiraman di mana di lakukan untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penyiraman ini sebaiknya dilakukan 2 kali sehari agar tanaman tersebut tidak mengalami kekeringan selama pertumbuhannya.

i. Penyulaman perlu juga dilakukan jika ada tanaman yang tidak tumbuh pada suatu lubang tanam. Selain itu, dapat pula dilakukan penyiangan untuk membersihkannya dari hama dan penyakit seperti gulma dan serangga perusak tanaman dengan menyemprotkan pestisida ke bagian tanaman yang terserang.

j.  Pengendalian hama & penyakit. Tanaman juwawut termasuk tanaman yang tahan terhadap serangan hama penyakit. Meskipun demikian tetap ada beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang, namun apabila tanaman ini dirawat dengan baik kecil kemungkinan akan terserang hama penyakit. Oleh karena itu tindakan preventif / berjaga-jaga sangat dianjurkan agar tanaman tidak terserang.

3.    TATA NIAGA JUWAWUT

 Jewawut atau millet menempati urutan ke-enam sebagai biji-bijian paling utama dan dikonsumsi sepertiga penduduk dunia. Salah satu sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B terutama niacin, B6 dan folacin juga asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat berperan menghambat perkembangan sel kanker (anti kanker), juga menurunkan resiko mengidap penyakit jantung (artheriosclerosis, serangan jantung, stroke dan hipertensi). Jewawut tumbuh subur di daerah bersuhu tinggi, terbatas ketersediaan air, tanpa aplikasi pupuk dan masukan teknologi lainnya, dan di lahan kritis yang sulit ditanami biji-bijian lain seperti gandum serta padi (Bhuja, 2009).

Jewawut dalam bentuk biji, juga mudah diperoleh di warung pakan burung yang ada di pasar desa, pasar kecamatan dan pasar kabupaten. Di pasar Narmada terdapat beberapa kios/warung penjual pakan burung berupa jewawut warna coklat tua, coklat muda maupun hitam seperti jewawut yang ditemukan di lapangan. Menurut penjual pakan burung, jenis jewawut tersebut dibeli dari Jawa (Surabaya).  Jewawut berukuran biji besar maupun biji kecil dijual seharga Rp. 6.000/kg.  Jewawut berukuran biji besar ada yang berwarna merah coklat, coklat, kuning muda atau krem, putih dan juga warna hitam.  Berbagai macam jenis jewawut ditemukan pula di pasar burung Mandalika, Baratais.  Jewawut yang berukuran biji besar diduga termasuk jenis pear millet (Pennisetum glaucum).  Sedangkan jewawut berbiji kecil diduga termasuk millet jenis Panicum miliaceum atau proso millet dan Panicum ramosum atau bronstop millet.

Cara tradisional pemanfaatan jewawut adalah sebagai makanan selingan berupa bubur betem, dodol betem dan bajet betem. Petani sampel belum pernah menjual jewawut ke pasar burung

Tanaman jewawut juga dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini dikarenakan jewawut mengandung sumber vitamin B dan beta karoten. Biji jewawut dapat pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah dengan coklat dan susu. Tanaman yang banyak ditanam di daerah Jawa, NTT, dan NTB ini ditanami oleh para petani tradisional yang biasanya mengenal jewawut sebagai tanaman serealia dengan ekonomi minor.

Di negara-negara maju, jewawut telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan di berbagai negara di dunia ini. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan makanan lain. Pemanfaatan juwawut dibagi berdasarkan bentuknya, yakni biji utuh (whole grain) atau biji yang mengalami proses pengolahan (crackedgrain), bubur kental (stiff porridge), roti tidak beragi (unleavened bread), roti beragi (leavened bread), berbagai macam makanan ringan (miscellanous snacks), dan berbagai jenis minuman (beverages) di berbagai negara.

Masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Sumba belum mengenal Jewawut sebagai sumber pangan pengganti nasi, sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan burung atau makanan alternatif karena kelaparan / musim lapar / paceklik. Sehingga dianggap makanan orang yang terkena musibah kelaparan.  Selain itu juga dapat berfungsi sebagai obat kanke, sebagai diriuretic, astringent, digunakan untuk mengobati rematic.

Jewawut jenis pear millet memiliki potensi hasil 3,5 t/ha jika dibudidayakan secara optimum (Duke, 1978).  Informasi ini memberikan gambaran bahwa sistem produksi millet yang intensif dapat bernilai efisien.  Millet dapat ditumpangsarikan dengan padi gogo, atau sebagai tanaman sisipan sebelum jagung di panen. Jika potensi hasil millet mencapai 2,5 t saja dan harga pembelian millet di pasar burung Mandalika Rp. 4.000/kg (Rp. 6000/kg harga jual), maka dari luasan 1 ha dapat meraih pendapatan sebesar Rp. 10 juta.

Di Indonesia, pengolahan jewawut masih sangat terbatas. Namun di beberapa daerah jewawut telah dimanfaatkan dengan cara mengolahnya menjadi nasi tetapi masih dilakukan secara sederhana. Awalnya jewawut tersebut dijemur, disosoh, hingga hanya terdapat bagian daging atau endospermanya saja. Selanjutnya, jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa, pemanfaatan ini hampir sama dengan memasak beras ketan. Secara tradisional pemanfaatan jewawut yang lain yaitu dengan mengolahnya menjadi bubur, dodol, dan bajet.

Tepung jewawut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk mie. Hal ini dikarenakan kandungan proteinnya yang hampir sama dengan tepung terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. 

Tepung Millet
Tepung millet akan banyak mengandung serat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu memperlancar proses metabolisme. Hasil tepung ini sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet. Sedangkan kelebihan dari alternatif pilihan kedua adalah tepung yang dihasilkan lebih cerah. Setelah tepung millet diperoleh, barulah tepung tersebut dimanfaatkan dan diolah menjadi beberapa jenis bahan makanan (Sholikhah, et al., 2008).

Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat dijadikan alat  pemikat bagi pembeli. Dengan kemasan yang tepat, produk mie akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat umur simpannya (Suyanti, 2008). Agar produk mie instan tahan lama maka akan dibutuhkan pengemas primer yang bersifat kedap air, rasa, bau, dan warna. Kemasan primer yang biasa digunakan adalah plastik polipropilen atau polietilen. Kemasan ini bersifat sekali pakai. Dalam penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan oriented polypropilen (OPP) sehingga tahan terhadap berbagai jenis kerusakan (Astawan, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, 2008. Juwawut. diakses dari http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.  cgi? newsid1093402541,40984, pada  tanggal 20 desember 2010
Bhuja, 2009. Teknologi Budidaya Millet.Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Provinsi Irian Jaya. Jayapura.
Chairani, 2010Jewawut diakses dari. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id .:pengelolaan-plasmanutfah-jagung -sorgum-gandum-jewawut &cati .penelitian-2006-2007&Itemid=141. Pada tanggal 20 desember 2010.
Grubben dan Partohardjono, 1996. Cereal: Plant Resources of South-East Asia No. 10. PROSEA Bogor, 200 pp.
Suyanti, 2008. Tata Niaga Serealia. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta, 81 hlm.

Sumber :http://tantriati0.blogspot.com/2014/06/makalah-agrotek-serealia-juwawut.html

1 komentar:

  1. saya minat lamar kerja diperkebunan buah jewawut tapi harus lamar dimana?
    bila ada yang minat memperkejakan saya buah jewawut
    kalo mau hubungi saya ke e-mail ; rela02051966@gmail.com
    rumah podosugih jl,intan 15 pekalongan
    jawa tenngah
    namaku Rila Parama.a
    JNS PRIA /LAKI-LAKI

    BalasHapus