Mengenal Aneka Sapi di Dunia
 
Sapi
 yang ada di dunia pada saat inidapat dibedakan menjadi dua kelompok 
besar yaitu kelompok sapi-sapi tropis dan kelompok sapi-sapi sub topis. 
Kelompok sapi tropis contohnya sapi Zebu, Bos sondaicus, sapi Bali dan 
sapi Madura. Sedangkan yang termasuk kelompok sapi sub tropis adalah 
sapi Aberdeen angus, sapi Hereford, sapi Shorthorn, sapi Charolais, sapi
 Simmental, sapi Frisien Holland, dan masih banyak lagi jenisnya. 
Sedangkan berdasarkan tujuan dari pemeliharaan maka bangsa sapi dapat 
dibedakan beberapa tipe yaitu :
 
1.1.1. Sapi Tipe Potong
1.1.2. Sapi Tipe Pekerja
1.1.3. Sapi Tipe Perah
Untuk Itu Kita Bahas Satu-Persatu
Sapi tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk 
memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan 
komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. 
Sapi potong pada umumnya mempunyai ciri-ciri :
• Bentuk tubuh yang lurus dan padat
• Dalam dan lebar,
• Badannya berbentuk segi empat dengan semua bagian badan penuh berisi daging.
Sapi-sapi yang termasuk dalam tipe sapi potong diantaranya : Sapi 
Brahman, Sapi Ongole, Sapi Sumba Ongole (SO), Sapi Hereford, Sapi 
Shorthorn, Sapi Brangus, Sapi Aberden Angus, Sapi Santa Gartudis, Sapi 
Droughtmaster, Sapi Australian Commercial Cross, Sapi Sahiwal Cross, 
Sapi Limosin, Sapi Simmental, Sapi Peranakan Ongole.
 
1.1.1.1. Sapi Brahman
 
Brahman merupakan sapi yang berasal dari
 India, termasuk dalam Bos indicus, yang kemudian diekspor ke seluruh 
dunia. Jenis yang utama adalah Kankrej (Guzerat), Nelore, Gir,dan 
Ongole. Sapi Brahman digunakan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri sapi 
Brahman mempunyai punuk besar, tanduk, telinga besar dan gelambir yang 
memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Sapi Brahman selama 
berabad-abad menerima kondisi kekurangan pakan, serangan serangga, 
parasit, penyakit dan iklim yang ekstrim.
  
Di India menjadikan sapi Brahman mampu beradaptasi dengan berbagai 
lingkungan. Daya tahan terhadap panas juga lebih baik dari sapi eropa 
karena memiliki lebih banyak kelenjar keringat, kulit berminyak di 
seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit. Kharakteristik 
Sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa antara 800 sd 
1100 kg, sedang betina 500-700 kg. berat pedet yang baru lahir antara 
30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompettif dengan 
jenis sapi lainnya. Persentase karkas 48,6 s.d 54,2%, dan pertambahan 
berat harian 0,83-1,5 kg. Sapi Brahman mempunyai sifat pemalu dan cerdas
 serta dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bervariasi. Sapi ini 
suka menerima perlakuan halus dan dapat menjadi liar jika menerima 
perlakuan kasar. Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, 
merah sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi 
jantan warnanya lebih tua dari betina dan memeliki warna gelap didaerah 
leher, bahu dan paha bawah.
 
Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat 
bertahan dari suhu 8-105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi 
susu. Sapi Brahman banyak dikawin silangkan dengan sapi eropa dan 
dikenal dengan Brahman Cross (BX)
1.1.1.2. Sapi Ongole
Sapi
 Ongole berasal dari India, tepatnya di kabupaten Guntur, propinsi Andra
 Pradesh. Sapi ini menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia.
Karakteristik Sapi ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang, 
dengan gelambir yang lebar yang longgar dan menggantung. Badannya 
panjang sedangkan lehernya pendek. Kepala bagian depan lebar diantara 
kedua mata.
 
Bentuk mata elip dengan bola mata dan sekitar mata berwarna hitam. 
Telingan agak kuat, ukuran 20-25 cm, dan agak menjatuh. Tanduknya pendek
 dan tumpul, tumbuh kedepan dan kebelakang. Pada pangkal tanduk tebal 
dan tidak ada retakan. Warna yang populer adalah putih. Sapi jantan pada
 kepalanya berwarna abu tua, pada leher dan kaki kadang-kadang berwarna 
hitam. Warna ekor putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar, 
kuku berwarna cerah dan badan berwarna abu tua.
Sapi ini lambat dewasa, pada umur 4 tahun mencapai dewasa penuh. Bobot 
sapi 600 kg pada sapi jantan dan 300-400 kg untuk sapi betina. Berat 
lahir 20-25 kg. persentase karkas 45-58% dengan perbandingan daging 
tulang 3,23 : 1.
1.1.1.3. Sumba Ongole (SO) 
 
Sapi ongole (Bos indicus) memerankan peran yang penting dalam sejarah 
sapi di Indonesia. Sapi  jantan Ongole dibawa dari daerah Madras, India 
ke pulau Jawa, Madura dan Sumba. Di Sumba dikenal dengan sapi Sumba 
Ongole.
Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal 
jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan ongole (PO). Sapi ongole dan 
PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar, kuat, jinak dan 
bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu beradaptasi dengan
 kondisi yang minim. 
 
Sapi-sapi ongole asal India dimasukkan kali pertama oleh Pemerintah 
Hindia Belanda ke Pulau Sumba, pada awal abad ke 20, sekitar tahun 
1906-1907. Dari empat jenis sapi, yang dimasukkan ke Sumba saat itu, 
yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, dan sapi Ongole, ternyata hanya
 sapi Ongole yang mampu beradaptasi dengan baik dan berkembang dengan 
cepat, di pulau yang panjang musim kemaraunya ini. Sekitar tujuh atau 
delapan tahun kemudian, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda 
menetapkan Pulau Sumba sebagai pusat pembibitan sapi Ongole murni. Upaya
 ini disertai  dengan memasukkan 42 ekor sapi ongole pejantan, berikut 
496 ekor sapi ongole betina serta 70 ekor anakan ongole.
 
Dalam laporan tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur (1989) 
tercatat, pada tahun 1915, Pulau Sumba sudah mengekspor enam ekor bibit 
sapi ongole pejantan. Empat tahun kemudian, pada 1919, ekspor sapi 
ongole dari Pulau Sumba tercatat sebanyak 254 ekor, dan pada tahun 1929,
 meningkat mencapai 828 ekor. Sapi-sapi asal Sumba ini pun memiliki 
merek dagang, sapi Sumba Ongole (SO).
 
Perkembangan selanjutnya, Sumba kembali ditetapkan sebagai pusat 
pembibitan sapi ongole murni di masa pemerintahan Presiden Soeharto, 
melalui Undang-Undang Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 6 Tahun
 1967. Sapi ongole memang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terutama Sumba 
Timur. Selain sapi, kekhasan lain Sumba Timur adalah padang rerumputan 
(sabana). Bentangan sabana kering tampak bagaikan lautan menguning. 
Kemarau panjang mencapai puncaknya di bulan Oktober. Kondisi alam yang 
menantang ini menjadi rutinitas bagi sebagian penduduk di Pulau Sumba, 
yang mengandalkan penghidupan mereka sebagai penggembala. 
1.1.1.4. Sapi Hereford
 
 
 Sapi
 ini turunan dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat jantan 
rata-rata 900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah, 
kecuali bagian muka, dada, perut bawah dan ekor berwarna putih. Bentuk 
badan membulat panjang dengan ukuran lambung besar. Sebagaian sapi 
bertanduk dan lainnya tidak. 
1.1.1.5. Shorthorn 
  
Sapi
 ini sama dengan Hereford yaitu dikembangkan di negara Inggris. Bobot 
sapi jantan 1100 kg dan sapi betina 850 kg. bulunya berbintik merah dan 
putih. Bentuk tubuh bagus dengan punggung lurus. Pertumbuhan ototnya 
kompak. Sebagian sapi bertanduk pendek, tetapi kebanyakan tidak 
bertanduk. 
1.1.1.6. Brangus 
Sapi
 Brangus merupakan persilangan sapi betina Brahman dan pejantan Angus. 
Ciri khasnya adalah warna hitam dengan tanduk kecil. Sifat Brahman yang 
diwarisi brangus adalah adanya punuk, tahan udara panas, tahan gigitan 
serangga dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang mutunya kurang 
baik. Sedangkan sapi Angus yang diturunkan produktifi tas dagingnya 
tinggi dan persentase karkasnya tinggi.
1.1.1.7. Aberden Angus
Sapi
 angus (Aberden Angus) berasal dari Inggris dan Skotlandia. Sapi ini 
tidak memiliki tanduk umur dewasa sapi Angus adalah 2 tahun, hasil 
karkas tinggi, sebagai penghasil daging dan tidak digunakan untuk 
menghasilkan susu.
 
Anak sapi ukurannya kecil sehingga induk tidak banyak mengalami banyak 
stres pada saat melahirkan pedet. Untuk memperbaiki genetik sapi angus 
sering di kawin silangkan dengan sapi lain, misalnya sapi Brahman. Hasil
 persilangan disebut Brangus (Brahman Angus). Contoh gambar sapi Angus 
jantan tertera pada gambar 11. Di Indonesia sapi angus di perkenalkan 
pada tahun 1973 dari Selandia Baru di di beberapa tempat di Jawa Tengah.
 Ciri sapi ini berbulu hitam legam, berukuran agak panjang, keriting dan
 halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang dan ototnya kompak. Sapi 
tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi jantan 900 kg, sedangkan 
betina 700 kg. persentase karkas 60%, dengan mutu daging sangat baik dan
 lemak menyebar dengan baik di dalam daging.
 1.1.1.8. Santa Gertrudis
 
Sapi ini persilangan dari sapi jantan 
Brahman dengan sapi betina Shorthorn, dikembangkan pertama kali di King 
Ranch Texas AS tahun 1943 dan pada tahun 1973 masuk ke Indonesia. 
Bobot.jantan rata-rata 900.kg dan bobot betina 725.kg. Badan sapi besar 
dan padat, Seluruh tubuh dipenuhi bulu pendek dan halus serta berwarna 
merah kecoklatan, Punggungnya lebar dan dada berdaging tebal, Kepala 
lebar, dahi agak berlekuk dan mukanya lurus, Gelambir lebar berada di 
bawah leher dan perut, Sapi jantan berpunuk kecil dan kepalanya 
bertanduk. Berat sapi jantan mencapai 900 kg sedang betina 725 kg. 
Dibanding sapi Eropa sapi Santa Gertrudis mempunyai toleransi terhadap 
panas yang lebih baik dan pakan yang sederhana dan tahan gigitan 
caplak. 
1.1.1.9. Droughmaster 
Merupakan
 persilangan antara betina Brahman dengan jantan Shorthorn, dikembangkan
 di Australia. Banyak dijumpai di peternakan besar di Indonesia. Sifat 
Brahman lebih dominan, badannya besar dan otot padat. Warna bulu merah 
coklat muda hingga merah atau cokelat tua. Pada ambing sapi betina 
terdapat bercak putih. Contoh gambar sapi Droughmaster .
1.1.1.10. Australian Commercial Cross (ACC)
 
Sapi Australian Commercial Cross (ACC) yang digunakan sebagai sapi 
bakalan pada usaha penggemukan sapi di Indonesia merupakan hasil 
persilang- an sapi-sapi di Australia yang tidak diketahui dengan jelas 
asal usul maupun proporsi darahnya. Dari beberapa informasi yang telah 
ditelusuri, diketahui bahwa sapi ACC berasal dari peternakan sapi di 
Australia Utara (Northern Territory). 
 
Sapi ACC tersebut dapat berupa sapi Shorthorn Cross (SX), Brahman Cross 
maupun sapi hasil persilangan sapi-sapi Australia yang cenderung masih 
mempunyai darah Brahman (Ngadiyono, 1995). Meskipun demikian pengamatan 
terhadap sapi-sapi bakalan ACC yang diimpor ke Indonesia menunjukkan 
bahwa secara fenotipik, karakteristik fi sik sapi ACC lebih mirip sapi 
Hereford dan Shorthorn yakni tubuh lebih pendek dan padat, kepala besar,
 telinga kecil dan tidak menggantung, tidak mempunyai punuk dan 
gelambir, kulit berbulu disekitar kepala, pola warna bervariasi antara 
warna sapi Hereford dan Shorthorn (Hafi d, 1998).
 
Menurut Australian Meat and Livestock Corporation (1991), sapi ACC 
merupakan campuran dari Bos Indicus (sapi Brahman) dan Bos Taurus (Sapi 
British, Shorthorn dan Hereford), sehingga sapi ini mempunyai 
karakteristik menguntungkan dari kedua bangsa tersebut, yaitu mudah 
beradaptasi terhadap lingkungan sub optimal seperti Brahman dan 
mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti sapi British. Hafi d dan 
Hasnudi (1998) telah membuktikan bahwa sapi bakalan ACC yang kurus jika 
digemukkan singkat (60 hari) akan sangat menguntungkan sebab sapi ini 
menghasilkan pertambahan bobot badan harian ±1.61 kg/hari dengan 
konversi pakan 8.22 dibandingkan jika digemukkan lebih lama (90 atau 120
 hari).
 
Beattie (1990), menyatakan bahwa Northern Territory, Kimberley dan 
Quensland merupakan tempat pengembang an sapi ACC di Australia yang 
memiliki sapisapi Eropa antara lain Shorthorn dan Hereford serta sapi 
India (Zebu) yaitu sapi Brahman. Program ini telah menghasilkan beberapa
 bangsa hasil persilangan seperti Santa Gertrudis, Braford, Droughmaster
 dan sapi-sapi persilangan lain yang masih mempunyai darah Brahman.
Sapi Shorthorn berasal dari Inggris dan merupakan tipe daging dengan 
bobot jantan dan betina dewasa masingmasing mencapai sekitar 1.000 kg 
dan 750 kg (Pane, 1986). Sifat yang menonjol yaitu temperamen yang baik 
dan pertumbuhan yang cepat pada pemeliharaan secara feedlot (Blakely dan
 Bade, 1992).
Sapi Shorthorn dimasukkan ke Australia pada abad ke 19. Kemudian di 
CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton disilangkan 
dengan sapi Hereford dan menghasilkan sapi Hereford Shorthorn (HS) 
dengan proporsi darah 50% Hereford dan 50% Shorthorn (Turner, 1977; 
Vercoe dan Frisch, 1980).
1.1.1.11. Sapi Brahman Cross
 
Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara 
komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan
 sapi Hereford Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal
 dengan nama Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena 
tahan terhadap suhu panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap
 makanan jelek serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi.
 
Menurut Turner (1977) sapi Brahman Cross (BX) pada awalnya dikembangkan 
di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton 
Australia. Materi dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford dan 
Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah 
Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fi sik bentuk fenotif sapi BX 
lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya 
yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk 
kepala dan telinga besar menggantung. Sedangkan pola warna kulit sangat 
bervariasi mewarisi tetuanya.
 
Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: persentase 
kelahiran 81.2%, (2) rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan 
mencapai 212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka 
mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5.2%, mortalitas sebelum
 disapih 4.4%, mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2% 
dan mortalitas dewasa sebesar 0.6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup 
tinggi karena produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang 
efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta 
(6) efi siensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan 
persilangan Hereford Shorthorn (Turner, 1977).
 
Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik 
Quensland secara normal performansnya di bawah bangsa sapi eropa. Pada 
lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat 
pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot
 hidup fi nishing yang sama produksi karkas sapi BX lebih berat 
dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing 
percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak 
antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih 
rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. 
Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibanding 
kan sapi Shorthorn dan BX. kadar lemak bervariasi mulai dari 4.2% sampai
 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn.
 
Di Indonesia, sapi BX diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun 
penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil 
pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: 
• persentase beranak 40.91%,
• calf crop 42.54%,
• mortalitas pedet 5.93%,
• mortalitas induk 2.92%,
• bobot sapih umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg (betina),
• pertambahan bobot badan se-belum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto, 1984; Ditjen Peternakan dan Fapet UGM, 1986).
 
Sebagian besar sapi di Australia merupakan sapi American Brahman dan 
Santa Gertrudis yang di impor dari Amerika. Persilangan antara kedua 
bangsa sapi ini dengan sapi Zebu menghasilkan bangsa sapi yang sama 
dengan sapi American Brahman dan Santa Gertrudis yakni Brangus dan 
Braford. Persilangan lebih lanjut menghasilkan sapi Droughtmaster yang 
merupakan hasil persilangan dengan komposisi darah 3/8-5/8 darah Zebu 
utamanya American Brahman yang di impor dari Texas (Payne, 1970). 
Sementara sapi Brangus mempunyai komposisi darah 5/8 Angus dan 3/8 
Brahman (Minish dan Fox, 1979). 
1.1.1.13. Sapi Simmental
Sapi simental berasal dari Swiss, dipublikasikan pertama kali pada 
tahun 1806. Pemanfaatan sapi Simental untuk produksi susu, mentega 
(butter), keju dan daging serta dimanfaatkan untuk hewan penarik beban. 
Pada awal 1785
parlemen Swiss membatasi ekpor sapi Simental karena mereka kekurangan 
sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sapi disebar pada 6
 benua. Jumlah sapi Simental diperkirakan sekitar 60 juta ekor.
Pada tahun 1990 bulu sapi Simental berwarna kuning, merah dan putih. 
Pada dewasa ini kebanyakan berwarna hitam. Peternak berkeyakinan sapi 
hitam mempunyai harga yang lebih baik. Sapi Simental adalah jenis sapi 
jinak dan mudah untuk dikelola, dan dikenal.
1.1.1.12. Sapi Limousin
Sapi
 Limousine merupakan keturunan sapi eropa yang berkembang di Perancis. 
Tingkat pertambahan badan yang cepat perharinya 1,1.kg. Contoh sapi 
Limousine tertera pada gambar 15. Ukuran tubuhnya besar dan panjang 
serta dadanya besar dan berdaging tebal. Bulunya berwarna merah mulus. 
Sorot matanya tajam, kaki tegap dengan warna pada bagian lutut kebawah 
berwarna terang. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak 
melengkung. Bobot sapi jantan 850 kg dan betina 650 kg dengan pola daging yang ekstrim. Sapi yang asli badannya besar dengan 
tulang iga dangkal, tetapi akhir-akhir ini ukuran sedang lebih 
disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 sd 1400 kg, sedang betina 600-850 
kg. masa produktif sapi betina antara 10-12 tahun.
Sapi Simental dikembangkan Indonesia tahun 1985 melalui semen beku yang 
dikawinkan dengan sapi PO. Anak sapi yang berumur 2 bulan pertumbuhannya
 pesat sekali. Sapi berumur 23 bulan dapat mencapai bobot 800 kg dan 
pada umur 2,5 tahun mencapai 1.100 kg. Di Jawa sapi Simental dikawinkan 
dengan sapi Friesian Holstein, untuk mendapatkan sapi yang performasinya
 lebih baik. Perkawinannya dilakukan dengan cara IB, dimana semen yang 
di pilih sudah diketahui jenis kelaminnya. Anak simental yang 
dikehendaki adalah yang jantan, karena jika betina produksi susunya dan 
dagingnya kurang baik.
 1.1.1.14. Sapi PO
Sapi
 Peranakan Ongole (PO) merupakan persilangan antara sapi Ongole dengan 
sapi-sapi lokal yg ada di Jawa dan Sumatera. Ponok dan gelambir 
kelihatannya kecil atau tidak ada sama sekali. Warna bulu sangat 
bervariasi, tetapi pada umumnya berwarna putih atau putih keabu-abuan. 
Banyak terdapat di pulau Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur.
1.1.2. Sapi Tipe Pekerja
Sapi-sapi yang di masukkan dalam kelompok sapi tipe pekerja pada umumnya
 mempunyai tubuh  yang besar, perototannya kuat, tulangnya kuat dan 
besar serta tidak ada pelekatan lemak dibawah kulit. Mempunyai kulit 
kuat dan tahan terhadap berbagai cuaca. Sapi-sapi asli dari Indonesia 
pada umumnya termasuk dalam kelompok sapi tipe pekerja, sebagai contoh 
sapi bali, sapi madura dan sapi grati.
 
1.1.2.1. Sapi Bali 
Ditinjau
 dari sistematika ternak, sapi Bali masuk familia Bovidae, Genus bos dan
 Sub-Genus Bovine. yang termasuk dalam sub-genus tersebut adalah; Bibos 
gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus, sedang Williamson dan Payne
 menyatakan bahwa sapi Bali (Bos-Bibos Banteng) yang spesies liarnya 
adalah banteng termasuk Famili bovidae, Genus bos dan sub-genus bibos. 
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata,
 tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu karakter lain 
yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada
 warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin 
tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testis. Sapi Bali 
merupakan sapi asli Indonesia, yang didomestikasi dari spesies banteng 
(Bibos Banteng).
Tujuan
 utama pemeliharaan digunakan sebagai penghasil daging, kerja penarik 
bajak, dan kultur sosial lainnya. Sampai saat ini telah di distribusikan
 pada 22 propinsi. Warna sapi jantan adalah merah kecoklatan, dengan 
warna putih pada sekitas pantat. Sedangkan sapi betina kuning 
kemerah-merahan sampai coklat dengan warna putih pada sekitas pantan dan
 paha. Bentuk tanduk pada sapi jantan berbentuk U. 
Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus 
dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang
 paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan 
carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu 
pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang
 jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling 
edial disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan 
tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas, 
kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar.
Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa 
yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang
 sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya sedikit mengarah kebawah 
dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.
1.1.2.2. Sapi Madura 
 Sapi Madura merupakan hasil persilangan
 sapi Bali (Bibos banteng), sapi Ongole (Bos indicus) dan sapi Jawa (bos
 javanicus). Warna sapi merah kecoklatan tanpa warna putih di pantat. 
Keseragaman jenis sapi telah dikembangkan oleh orang madura. Secara umum
 tubuh kecil dan berkaki pendek. Sapi jantan mempunyai punuk yang 
berkembang baik dan jelas, sedangkan sapi betina tidak berpunuk. Sumber :
 Ensiklopedi Wikipedia, 2007
  
 Pada kepala terdapat tanduk kecil, melengkung ke depan dan melingkar 
seperti bulan sabit. Bobot sapi jantan 300 kg dan sapi betina 250 kg. 
berat pedet pada waktu lahir 12-18 kg. umur dewasa kelamin 20-24 bulan. 
Pertambahan berat badan 0,25-0,6 kg per hari. Persentase karkas 48-63% 
dan perbandingan daging tulang adalah 5,84 :1. Sapi Madura banyak 
digunakan untuk lomba pacuan sapi yang dikenal dengan karapan sapi. 
1.1.3. Sapi Tipe Perah
Sapi perah adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan memproduksi air 
susu dalam jumlah yang cukup banyak. Sapi perah pada umumnya mempunyai 
bentuk tubuh bagian belakang melebar kesegala arah sehingga terdapat 
kebebasan untuk pertumbuhan ambing atau mempunyai bentuk trapesium. 
Jenis sapi perah antara lain:
 
Sapi FH sangat populer sebagai sapi perah. Pertama dibawa dari pulau 
Fries Land barat Belanda dan sebagian dari Australia serta Selandia 
baru, Amerika, Kanada, dan Jepang. Warnanya putih dan hitam dan sangat 
disukai peternak.
Sapi FH memiliki performansi yang baik sebagai penghasil daging dan 
susu. Distribusinya sebagian di dataran tinggi (700 m di atas permukaan 
laut) dengan temperatur antara 16-23o C, lembab dan basah di pulau Jawa.
 
Sapi Holsteins dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu putih dan
 hitam/merah serta produksi susunya yang tinggi. Berat pedet yang baru 
lahir dapat mencapai 45 kg, berat dewasa dapat mencapai 750 kg dengan 
tinggi 58 inchi.
Sapi dara dapat dikawinkan pada umur 15 bulan, jika berat badan sudah 
mencapai 400 kg, diharapkan umur pada waktu pertama kali melahirkan 
antara 24-27 bulan. Lama kebuntingan sekitar 9 bulan. Dengan lama 
produksi sekitar 6 tahun. Produksi susunya di Amerika 8.000 liter dengan
 lemak 330 kg  dan protein 275 kg per ekor per tahun. Di Indonesia 
produksi susu masih rendah, pertahun berkisar 3.000 liter.
 
1.1.3.2. Sapi Grati
Sapi grati merupakan hasil persilangan sapi FH dengan sapi Jawa-ongole. 
Sapi Grati dikembangkan di dataran rendah di daerah Grati, Jawa Timur. 
Populasi sapi Grati sekitar 10.000 ekor.
 
1.1.3.3. Sapi Jersey
 
Sapi Jersey berasal dari pulau Jersey di
 Inggris, digunakan sebagai penghasil susu. Ukuran sapi kecil berkisar 
360 sampai 540 kg untuk sapi betina dan 540 sd 820 kg untuk sapi 
pejantan. Kandungan lemak susu pada susu sapi jersey tinggi. Jenis sapi 
ini belum ada di Indonesia. Warna sapi bervariasi dari abu-abu terang 
sampai hitam. Paha, kepala dan bahu sapi warnanya lebih gelap daripada 
warna tubuhnya. Sumber: Wikipedia, 2007
 
1.1.3.4. Sapi Sahiwal Cross 
Habitat
 asli sapi Holstein di Holland memang beda dengan kondisi Indonesia. 
Kondisi disini mencakup: iklim, fauna dan vegetasi sebagai pensuplai 
nutrisi (pakan). Holstein murni memang kurang nyaman bila dipaksa 
tinggal dan bermukim di negeri kita. Kalau dipaksa, tentu bisa bertahan 
hidup, karena Holstein memang punya daya adapatasi yang cukup baik.    
 
Untuk di Indonesia, sapi perah biasanya dipelihara dengan penyediaan 
pakan yang tidak maksimal. Penyediaan rumput berkualitas rendah tidak 
cukup untuk mensuplai kebutuhan energi untuk hidup pokok. Setelah 
kebetuhan hidup pokok terpenuhi maka ternak baru akan menggunakan suplai
 energinya untuk memproduksi susu. Jadi ada korelasi yang sangat signifi
 kan antara pakan dan poduksi susu disamping dukungan faktor genetik. 
Max Dowell, ahli genetik sapi perah dari Cornell menyarankan, sapi perah
 yang cocok dengan iklim Indonesia dengan mengawinsilangkan sapi FH 
dengan sapi perah daerah tropis, misalnya sapi sahiwal dari India. 
Kapasitas produksi Holstein silangan ini tentu tidak sebagus Holstein 
aslinya, tapi sapi hybreed ini kampiun dalam mempertahankan diri 
terhadap sengatan panas dan kelembaban yg tinggi, tahan terhadap 
serangan serangga dan parasit. 
 
Mikroba rumen yang hidup di dalamnya juga mampu mencerna vegetasi yang 
khas untuk daerah tropis, yang notabene mengandung serat kasar dan 
lignin yang tinggi. Ukuran tubuhnya yang lebih ramping, juga lebih pas 
untuk daerah tropis. 
Berat sapi dewasa sekitar 300-400 kg, berat lahir 18-23 kg. Produksi 
susu pertahun 1.800 kg, dengan lama laktasi 220 hari, dewasa kelamin 
pada umur 16 bulan.
 
Sumber : http://kelompokternakpucakmanik.blogspot.com/2011/04/mengenal-aneka-sapi-di-dunia.html