Pupuk Langka, Produksi Padi di Sebatik Barat Anjlok
NUNUKAN,tribunkaltim.co.id-
Amir salah seorang petani di Desa Binalawan, Kecamatan Sebatik Barat menyebutkan, sejak kelangkaan pupuk tahun 2.000 silam, produksi gabah kering giling (GKG) anjlok.
Jika dulunya satu hektar sawah bisa menghasilkan minimal 2,5 ton dan maksimal 3,5 ton GKG, sejak sepuluh tahun belakangan mereka hanya bisa menghasilkan maksimal 1 ton GKG perhektar sawah.
“Satu ton saja belum tentu. Makanya sejak pupuk langka bisa dibilang kita gagal panen,” ujarnya.
Ia mengatakan, produksi padi yang anjlok jauh menyebabkan pengeluaran petani terkadang tidak tertutupi. Mereka harus mengeluarkan biaya untuk sewa alat untuk membajak sawah dan pembelian pestisida serta kebutuhan lainnya.
Namun dengan produksi yang rendah karena tanaman tak didukung pupuk yang memadai, akhirnya hasil penjualan padi tak menutupi pengeluaran.
“Petani akhirnya sering mengutang,” katanya.
Para petani berharap pemerintah membantu mengatasi kesulitan pupuk ini dengan menambah distributor pupuk. “Pupuk ini sangat penting, karena dia bisa mempengaruhi hasil panen,” ujarnya.
Sube : http://kaltim.tribunnews.com/2012/02/26/pupuk-langka-produksi-padi-di-sebatik-barat-anjlok
Petani Sebatik-Nunukan Keluhkan Kelangkaan Pupuk
NUNUKAN,tribunkaltim.co.id-
Para petani di Desa Binalawan, Kecamatan Sebatik Barat, Kabupaten Nunukan mengeluhkan kelangkaan pupuk urea yang sudah terjadi sejak tahun 2000. Pupuk non subsidi yang bisa diperoleh petani jumlahnya terbatas sementara pupuk non subsidi tidak ditemui di pasaran.
Amir salah seorang petani menyebutkan, selama ini pemerintah memang menyediakan pupuk bersubsidi. Namun jumlahnya jauh dari kebutuhan petani. Petani diminta membuat rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang disampaikan kepada pemerintah, namun jumlah pupuk yang diperoleh hanya mencapai 60 sampai 70 persen. Pupuk yang diberikan kepada petani jumlahnya tidak tentu dan penyalurannya dilakukan secara bertahap.
“Yang jadi masalah, sudah kurang terkadang pupuknya terlambat datang. Sampai musim panen pupuknya belum datang,” ujarnya.
Sebenarnya ada alternatif penggunaan pupuk non subsidi. Namun harganya sangat mahal tak terjangkau petani sehingga distributor enggan menjual pupuk non subsidi. Untuk pupuk urea non subsidi seberat Rp50 kilogram dihargai Rp200.000.
Sementara pupuk bersubsidi hanya dihargai Rp100.000. Petani tidak mungkin membeli pupuk non subsidi karena selain harganya yang mahal, pembayaran juga harus dilakukan secara langsung saat mengambil pupuk. Padahal selama ini, untuk pembayaran pupuk bersubsidi petani harus menunggu panen.
“Kalau non subsidi berat. Karena petani itu bayarnya nanti setelah panen. Kita bayar menggunakan beras melalui kelompok tani,” ujarnya.
Sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2012/02/26/petani-sebatik-nunukan-keluhkan-kelangkaan-pupuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar