Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia sebagai Produsen Jeruk Dunia
Oleh: Zainuri Hanif dan Lizia Zamzami (staf peneliti Balitjestro)
Abstrak
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Volume jeruk impor pada Januari-April 2011 sudah mencapai 50 persen dari total impor sepanjang 2010. Jeruk Mandarin pada kuartal pertama 2011 mencapai 77.502 ton, padahal untuk keseluruhan tahun 2010 mencapai 96.489 ton (Badan Karantina Pertanian). Sampai saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor khususnya untuk jenis keprok atau mandarin, selama kurun waktu 2005 - 2010 mencapai 550.809 ton atau sekitar 91.802 ton per tahun dengan nilai mencapai US $ 650.128.774 (Sumber BPS, 2011 diolah).
Menghadapi hal ini, perlu upaya untuk membendung gempuran jeruk impor: Pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan, Kedua dengan perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai masyarakat, dan Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional” Direktorat Jendral Hortikultura, (Dirjen Hortikultura) Kementrian Pertanian yang berkesinambungan dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga mudah untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok pasar dalam volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing kuat maka asa membendung banjir jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka.
Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu 55 berasal; dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah, dan keprok SoE dari NTT.
Kata kunci: jeruk, keprok, impor, codex
PENDAHULUAN
Pertumbuham impor jeruk sebesar 11% tiap tahun dalam sepuluh tahun ini membuat Indonesia menjadi pangsa pasar yang menjanjikan bagi negara lain dalam memasarkan produknya. Liberalisasi perdagangan jeruk telah mengancam keberadaan jeruk Indonesia sejak diluncurkannya Paket Juni/PAKJUN 1994 yang salah satu unsurnya adalah penurunan tarif impor buah-buahan termasuk jeruk. Apalagi disusul diberlakukannya ASEAN FTA/AFTA dan ASEAN-China FTA (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Dengan hilangnya hambatan tarif, berbagai Negara produsen jeruk dunia seperti China, Australia, Amerika, Pakistan semakin leluasa memasarkan produknya dengan harga yang lebih murah dalam jumlah lebih besar yang pada gilirannya akan mengancam petani domestik di Indonesia.
Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 160.254 ton; sedangkan ekspornya hanya sebesar 415 ton pada 2010 (BPS) dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur Tengah. Ekspor jeruk nasional masih sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk lainnya seperti Brazil, China, Amerika, Spanyol, Afsel, Yunani, Maroko, Belanda, Turki dan Mesir. Oleh karena itu, pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting karena disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi buah dan juga meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor buah jeruk segar yang terus meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk prima yang belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri.
Status Kondisi Saat Ini
Buah Jeruk menjadi salah satu buah yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Diantaranya yang paling populer adalah jeruk keprok (mandarin) yang dikonsumsi sebagai buah segar. Jeruk Keprok rasanya manis, segar, harga relatif murah, dan mudah didapat dimana saja, kapan saja di seluruh pelosok negeri. Apalagi dalam beberapa tahun sekarang ini buah jeruk impor membanjiri pasar Indonesia. Ketersediannya hampir sepanjang tahun. Berikut ditampilkan perbandingan masa panen jeruk Indonesia (siam, keprok dan pamelo) dan masa panen jeruk di luar negeri.
Tabel 1. Perbandingan masa panen sentra produksi jeruk Indonesia dengan negara produsen jeruk dunia lainnya.
Sumber BPS 2010 dan Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi (2005)
Walaupun buah jeruk di Indonesia dapat dijumpai sepanjang tahun, tetapi periode panen buah jeruk di Indonesia umumnya dimulai dari bulan Februari hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Juli seperti terlihat pada Tabel 1 yang dapat bergeser karena perlakuan pengaturan pembungaan dan akhir-akhir ini berubah pula diakibatkan oleh cuaca yang tidak menentu. Karena tujuan pemasaran utama jeruk hanya ke kota-kota besar di Jawa terutama Jakarta dan Surabaya, maka pada bulan puncak panen, harga buah jeruk di tingkat petani sering menjadi sangat murah, bahkan bisa mencapai di bawah Rp 1000/kg. Di sisi lain, gudang penyimpanan dingin yang ada belum mampu menampung kelebihan produk dari petani (untuk buah impor tidak ada masalah), sedangkan pabrik olahan skala rumah tangga maupun industri belum banyak dibangun saat ini.
Pola panen tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan jeruk lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, sehingga membuka peluang masuknya jeruk-jeruk impor. Dari sisi waktu panen, periode awal dan akhir tahun di berbagai propinsi sentra jeruk tidak mengalami panen, namun justru di luar negeri terjadi panen raya dan stok buah melimpah. Disamping masalah musim, masalah lain yang terjadi pada komoditas jeruk adalah masalah pendistribusian hasil panen, khususnya pada saat panen raya.
Pada tahun 2004-2005, ekspor jeruk Pakistan ke Indonesia mengalami penurunan drastis akibat penerapan kenaikan tarif dari 5% sampai 25%. Indonesia merupakan pasar ekspor buah terbesar bagi Pakistan dimana 97% adalah jeruk kinnow dengan jumlah 30.000 ton. Pakistan sangat gigih mempersoalkan perbedaan tarif ini untuk memperluas akses pasar ekspornya bagi komoditas yang sangat penting bagi petani mereka. Sampai tahun 1974-1975, jeruk merupakan buah terbesar ke-2 di Pakistan setelah mangga dari segi luas dan produksi, tetapi meningkat tajam menjadi pososi pertama setelah introduksi varietas kinnow yang dahulu dilakukan oleh Akademi Pertanian dan Lembaga Penelitian Lyallpur yang sekarang berubah menjadi Universitas Pertanian di Faisalabad. (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007)
Produksi Jeruk dunia menempatkan China sebagai produsen jeruk utama hampir di semua jenis jeruk. China sebagai produsen Citrus Fruit, Nes (no 1), Oranges (no 4), Tangerine, Mandari dan Clem (no1), Grapefruit (no 1), Lemons dan Limes (no 3). Indonesia masuk dalam urutan ke-10 produksi Oranges. Namun, ternyata nilai produksi 2.102.560 ton adalah untuk semua jenis jeruk, mulai dari jeruk manis, siam, keprok dan pamelo.
Tabel 2. Sepuluh besar negara sebagai produsen jeruk dunia 2009 (MT)
Impor Jeruk Indonesia
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama.
Meluasnya pasar buah impor di Indonesia, karena kualitas produk buah lokal Indonesia belum bisa menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan buah impor dari luar. Berlakunya sistem perdagangan bebas membuat pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk menanggulangi terjadinya peningkatan impor buah. Hal tersebut tidak perlu terjadi jika kita bisa membuktikan bahwa produk buah Indonesia pada dasarnya sanggup bersaing dengan buah impor baik dalam kualitas maupun harga.
Tabel 3. Tabel Jumlah Jeruk Impor 2000 - 2011 (Triwulan 1)
Gambar 1. Tabel Perkembangan Jeruk Impor Indonesia (2000-2011 Triwulan 1)
Berdasarkan data tersebut, rata-rata pertumbuhan impor jeruk setiap tahun sejak tahun 2000-2011 sebesar 11 % atau 5.099.686 kg. Peningkatan impor yang sangat signifikan tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi industri jeruk nasional. Jika impor jeruk pada tahun 2010 sebesar 160.254.789 kg atau 160.255 ton, sedangkan kapasitas produksi jeruk nasional pada 2009 adalah sebesar 2.131.768 ton, nilai impor itu masih kecil yaitu sebesar 7,5% dari produksi nasional. Namun, kenyataanya begitu banyak dan mudahnya buah jeruk impor yang dapat ditemukan di supermarket sampai pedagang kaki lima, bahkan pada pedagang di pasar tradisional yang lebih banyak menjajakan buah impor dibandingkan buah lokal. Data dari Pusdatin Kementan perlu dikritisi bersama. Apakah benar nilai sebesar 7,5% itu membuat kekhawatiran yang cukup tinggi terhadap jeruk impor.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia, usaha-usaha di bidang pertanian akan menghadapi lingkungan yang berbeda karena adanya perubahan-perubahan secara internasional maupun domestik. Perubahan lingkungan internasional antara lain yang terjadi adalah liberalisasi ekonomi dan perdagangan dengan disepakatinya perjanjian GATT (General Agreement on Tariff and Trade), WTO (World Trade Organization), dan AFTA (Asean Free Trade Area). Dalam perjanjian tersebut kebijakan ekonomi yang terdistorsi seperti pengenaan pajak ekspor, tarif impor, subsidi ekspor, pengaturan tataniaga, intervensi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar dan penetapan suku bunga baik dalam kegiatan produksi maupun perdagangan komoditas pertanian termasuk jeruk, secara bertahap dan pasti akan dikurangi dan akhirnya hilang (Aprilaila, 2009).
Buah impor masuk ke Indonesia melalui 7 pintu masuk, yang terdiri dari 4 pelabuhan dan 3 bandara (Pelabuhan Laut Belawan Medan, Pelabuhan Laut Batam, Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Pelabuhan Laut Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya, Bandara Hasanuddin Makassar dan Bandara Ngurah Rai Denpasar). Pemasukan terbesar melalui pintu pelabuhan yaitu Pelabuhan laut Batam, Pelabuhan Laut Tanjung Priok Jakarta , dan Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. Dengan banyaknya peredaran jeruk impor di Indonesia yang tidak terkontrol dan terantisipasi dengan baik akan membuat kondisi perjerukan Indonesia kembali terpuruk akibat persaingan harga, kualitas dan kuantitas.
Fenomena kenaikan impor yang signifikan dalam 5 tahun terakhir ini akan terus berlanjut. Apalagi pada tahun 2012 impor jeruk kino Pakistan bebas bea masuk. Adanya perdagangan bebas terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dengan Pakistan, membuat persaingan perdagangan jeruk di pasar dalam negeri semakin ketat. Salah satu klausul perjanjian ini adalah menghapus bea masuk impor (0%) jeruk kino Pakistan yang selama ini dikenakan bea masuk 15-20% di Indonesia. Di saat yang bersamaan produk sawit Indonesia yang selama ini dikenakan tarif tinggi di Pakistan akan dipangkas menjadi hanya 5% (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007).
Selain itu, adanya perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China menyebabkan komoditas jeruk yang mayoritas diimpor dari China telah bebas masuk ke pasar Indonesia. Buah-buahan dari China memang memiliki keunggulan, seperti harga yang lebih rendah dan ketersediaan pasokan yang melimpah. Sebagai contoh, perbandingan harga jeruk mandarin dari China dijual ke konsumen dengan harga Rp 15.000 per kilogram (kg), sedangkan jeruk Medan atau Pontianak dijual lebih mahal yaitu Rp 20.000/kg.
Ketersediaan pasokan buah impor dari China juga menjadi penyebab lainnya. China sudah memiliki kawasan produksi buah-buahan dan sayuran yang memadai baik dari segi luas lahan maupun teknologi penanamannya. Efeknya, mereka bisa memproduksi buah-buahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca. Kondisi sebaliknya menimpa buah-buahan Indonesia. Produksi buah-buahan di beberapa daerah sering terhambat akibat cuaca buruk. Indonesia juga tidak memiliki kawasan khusus yang dijadikan lumbung produksi buah. Sentra produksi jeruk yang ada sekarang belum berbentuk suatu hamparan namun masih berupa kantong-kantong produksi yang sempit dan terpencar di kawasan sentra produksi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Dari sisi produksi, luas panen dan produktifitas sejak tahun 2005-2009, berdasarkan data dari Pusdatin Kementerian Pertanian (2011) menunjukkan perkembangan perjerukan Indonesia tidak mengalami perubahan yang sangat drastis.
Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktifitas Jeruk Indonesia (2005-2009)
Keamanan Buah Impor
Untuk membendung laju buah impor dari luar negeri, Kementrian Pertanian (Kementan) telah memiliki Permentan No 27/2009 tentang pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan. Pengawasan tersebut meliputi batas maksimum residu pestisida, cemaran mikotoksin, dan logam berat. Tujuan pengawasan adalah untuk menjamin agar pangan yang diimpor tetap segar, bersih dari pencemaran bahan kimia yang melebihi batas maksimum yang aman dan layak dikonsumsi.
Setyabudi, dkk (2008) yang melakukan penelitian buah impor di Bogor dan sekitarnya mengungkapkan bahwa buah-buahan impor teridentifikasi mengandung formalin dan pestisida yang dilarang dalam penggunaannya. Penggunaan formalin dan pestisida pada buah-buahan impor dapat terjadi di negara produsennya maupun setelah sampai di Indonesia. Oleh karena itu perlu standar mutu yang lebih luas terhadap buah impor guna melindungi konsumen terhadap dampak negatif dari penggunaan bahan kimia terlarang.
Langkah yang seharusnya dilakukan oleh pihak terkait dalam menyikapi terhadap buah impor dalam perdagangan global adalah:
(1) Perlu langkah antisipatif dengan melakukan survei yang lebih luas dan mendalam mengenai pemakaian bahan berbahaya pada buah dan sayuran impor.
(2) Memberikan rekomendasi pelarangan terhadap buah-buahan impor yang terbukti mengandung formalin maupun pestisida yang mengandung bahan berbahaya.
(3) Diberlakukan standar mutu yang mempersyaratkan bebas dari bahan berbahaya terhadap buah-buahan impor sehingga dapat melindungi konsumen di dalam negeri. Dan
(4) Diperlukan pembinaan pada pedagang buah dan sayuran impor terhadap penggunaan bahan-bahan yang berbahaya.
Australia telah melaksanakan Program Pemeriksaan Makanan Impor untuk semua makanan impor yang masuk ke negaranya. Demi melindungi konsumennya, Badan Inspeksi dan Karantina Australia (Australian Quarantine Inspection Service / AQIS) memberlakukan persyaratan yang ketat bagi setiap produk makanan dan minuman impor yang masuk ke Australia. Persyaratan ini dituangkan ke dalam suatu program yang disebut ‘Imported Food Inspection Program (IFIP)’. Tujuan utama program ini adalah untuk memastikan bahwa semua makanan impor yang masuk ke Australia memenuhi standard kesehatan dan pelabelan Australia, yang dapat ditemukan di 'Australian Food Standard Code (FSC)’ (KBRI Canberra, 2006).
Upaya Membendung Jeruk Impor
Pertama, dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan. SNI 3165:2009 yang mengatur standar jeruk keprok menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah jeruk keprok (Citrus sinensis (L) Osbeck). Negara maju, seperti Amerika dan Jepang mengamankan produk dalam negerinya dengan menerapkan standar kesehatan yang tinggi, khususnya atas produk impor. Larangan impor atas dasar kesehatan tidak melanggar perjanjian perdagangan bebas.
Kedua, dengan perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri yang berkesinambungan sehingga mudah dijumpai oleh masyarakat. Permasalahan yang ada selama ini yaitu ongkos produksi tinggi, keberlanjutan usaha tidak pasti, biaya transaksi dan pemasaran tinggi (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Penelitian pada beberapa komoditas sayuran dan buah di berbagai lokasi yang dilakukan Agustian et al. (2005) menunjukkan bahwa untuk komoditas jeruk di Sumatera Utara, pada jalur pemasaran jenis apapun yang dilakukan oleh petani, petanilah yang harus menanggung berbagai beban pungutan untuk jasa, biaya angkut, biaya timbang, dan biaya pemindahan barang. Biaya pengiriman dari tanah Karo ke Pulau Jawa sewaktu-waktu dapat meningkat karena mengalami pungutan/retribusi resmi (ada 28 buah) maupun tidak resmi (17 buah).
Ketiga, dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional” yang merupakan program dari Direktorat Jendral Hortikultura (Dirjen Hortikultura) Kementerian Pertanian yang berkesinambungan, dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga mudah untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok pasar dalam volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing tinggi maka asa membendung banjir jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka.
Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah, dan keprok SoE dari NTT.
Kebutuhan Buah Jeruk Nasional
Standar konsumsi buah yang ditetapkan Food and Agriculture Organization of United Nation (FAO), yakni sebesar 65,75 kilogram per kapita per tahun, sementara konsumsi buah masyarakat Indonesia masih rendah yaitu 32,67 kg per kapita per tahun (Kompas, 2010). Jika 10% saja dari jumlah standar FAO tersebut adalah buah jeruk, yaitu sebanyak 6 kg per kapita per tahun, maka dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa (BPS, 2010) akan dibutuhkan 1.422.000 ton/tahun. Jika produktivitas jeruk nasional sekitar 20 ton/ha maka dibutuhkan kebun jeruk seluas 71.110 hektar. Luas panen Jeruk (siam, mandarin, dan pamelo) menurut Kementerian Pertanian (2009) sebanyak 60.190 hektar dengan produksi 2.131.768 ton. Disisi lain masih terdapat tanah terlantar secara nasional sebanyak 7,3 juta hektar (BPN, 2010). Kebutuhan 1.422.000 ton/tahun sanggup dipenuhi 2.131.768 ton. Jadi seharusnya Indonesia masih bisa melakukan ekspor sebesar 709.768 ton. Namun pada tahun 2010 lalu, untuk jeruk mandarin saja, Indonesia masih mengimpor 160.254 ton (BPS, 2010). Artinya masih ada masalah dengan produktifitas jeruk Indonesia atau validitas data yang perlu dikritisi. Dengan asumsi seperti ini, Indonesia masih mempunyai peluang besar untuk bersaing dengan jeruk impor.
Kesimpulan
Upaya untuk membendung gempuran jeruk impor adalah Pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan, Kedua dengan meningkatkan mutu dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai di masyarakat, dan Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional”.
Daftar Pustaka
- Agustian et al. (2005). Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan Dampaknya terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah. Laporan Penelitian. PSEKP, Badan Litbang, Departemen Pertanian, Bogor.
- Aprilaila S, et al. 2009. Analisis Daya Saing Komoditas Jeruk Siam Jember. Prosiding Seminar Nasional Buah Nusantara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 28 – 29 Oktober 2009. Hal 183-197.
- Badan Litbang Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Departemen Pertanian.
- Basis Data Pertanian. 2001. http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp . Diakses 23 Juli 2011
- BPS. 2011. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/. Diakses 30 Juli 2011
- Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi. Citrus Marketing Strategy. Pakistan Horticulture Developement & Export Board. May 2005.
- Hutabarat, B dan Adi Setyanto. 2007. Komoditas Jeruk Indonesia di Persimpangan Jalan Pasar Domestik dan Internasional. Prosiding Seminar Nasional Jeruk. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. Hal 1-30.
- KBRI Canberra, 2006. Ketentuan Impor Australia.pdf www.kbri-canberra.org.au/econ/2006/Peraturan%2520Impor%2520Australia%2520Rev.1.pdf+buah+impor.pdf. Diakses 28 Juli 2011.
- Kompas, 2010. Konsumsi Buah Masyarakat Sangat Rendah. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/27/13245684/Konsumsi.Buah.Masyarakat.Sangat.Rendah. Diakses 23 Juli 2011
- Setyabudi, dkk. 2008. Perlunya Standar Mutu Buah Impor: Studi Kasus Kontaminan pada Buah-buahan Impor. Prosiding PPI Standardisasi 2008. Puslitbang BNS. 25 November 2008
Keterangan: Tulisan ini sudah dimuat dalam Prosiding Workshop Rencana Aksi Rehabilitasi Agribisnis Jeruk Keprok SoE yang Berkelanjutan untuk Substitusi Impor , Halaman 107-114. Diterbitkan Oleh Badan Litbang Pertanian, Dirjend Hortikultura dan ACIAR. ISBN 978-979-8257-46-9
http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/510.html#sthash.BT7zKFpY.dpuf
Layanan Pendanaan Le_Meridian melampaui dan melampaui persyaratan mereka untuk membantu saya dengan pinjaman saya yang saya gunakan memperluas bisnis farmasi saya, Mereka adalah permata yang ramah, profesional, dan mutlak untuk bekerja dengan. Saya akan merekomendasikan siapa pun yang mencari pinjaman untuk dihubungi. Email..lfdsloans @ lemeridianfds.com Atau lfdsloans@outlook.com.WhatsApp ... 19893943740.
BalasHapus