Minggu, 11 Agustus 2013

Harga Daging dan Bawang Merah di Nunukan Melonjak


Harga Daging dan Bawang Merah di Nunukan Melonjak

Selasa, 6 Agustus 2013 10:27 WIB
 



Harga daging sapi segar dan bawang merah melonjak naik, menjelang Idul Fitri. Disaat yang bersamaan, daging sapi beku murah asal Malaysia, sudah tidak ditemui lagi sejak Tim Pemerintah Kabupaten Nunukan gencar melakukan razia terhadap daging merk Allana asal India tersebut.

Amat salah seorang pedagang daging sapi segar mengatakan, saat ini setiap kilogram daging dijual seharga Rp110.000. Biasanya, daging sapi segar dijual antara Rp 90.000-Rp 95.000 perkilogramnya.

Padahal daging yang dijual Amat itu, berasal dari sapi ternaknya sendiri. Untuk kebutuhan Idul Fitri tahun ini, ia menyiapkan enam ekor sapi yang siap dipotong dan dijual kepada masyarakat.

“Sehari kalau satu ekor dipotong tidak habis dijual,” ujarnya. Sebenarnya, kata dia, masih banyak warga yang mencari daging illegal asal Malaysia. Daging beku itu harganya jauh lebih murah. Saat masih menguasai pasar di Nunukan, Allana dijual antara Rp 50.000-Rp 55.000 perkilogramnya.

“Banyak yang masih tanya-tanya, itu memang harganya murah. Tetapi sekarang barangnya tidak ada. Kosong sudah,” ujarnya.

Selain menjual daging, di kiosnya Amat juga menjual bawang merah dan bawang putih. Barang itu diperolehnya dari Sulawesi Selatan.

Ia mengatakan, stok bawang putih masih lumayan cukup sehingga harganya tak bergeser Rp 25.000 perkilogramnya. Berbeda dengan stok bawang merah yang mulai menipis sehingga jika biasanya dijual Rp 30.000 perkilogram, menjelang Idul Fitri justru melonjak hingga Rp 80.000 perkilogram.

“Sekarang barang kosong, ini kosong barang. Orang banyak tanya tapi tidak ada barang,” ujarnya. Amat mengatakan, pihaknya kesulitan mencari stok bawang merah saat ini.
 
Penulis: Niko RuruEditor: Reza Rasyid Umar
Sumber: Tribun Kaltim
http://kaltim.tribunnews.com/2013/08/06/harga-daging-dan-bawang-merah-di-nunukan-melonjak
 
 

Senin, 05 Agustus 2013

MEMBUAT AGROBIO

http://www.karawanginfo.com/wp-content/uploads/2011/10/Alat-Fermentasi-Pupuk-Organik-Cair-Bale-Pare.jpg

MEMBUAT AGROBIO

Penulis : Nurman Ihsan, SP (THL TBPP DEPTAN Di BANTEN) )
Untuk membuat Agrobio, saya mendapatkan caranya dari Mas Avi yang sudah teruji di lapangan. Hasil panennya luar biasa, bisa menghasilkan hasil panen yang tinggi.
Salah satu media yang digunakan adalah AGROBIO.

Timbul pertanyaan, bagimana cara membuat agrobio tsb ?

Berikut ini, cara membuatnya :

A. SIAPKAN ALAT DAN BAHAN-BAHAN
1.jerigen dan ember
2.katul halus 0,5 kg
3.dedak/kulit biji kopi 0,5 kg
4.terasi 100 g
5.molase 1 liter
6.kapur(lebih bagus calcium carbonat) 100 gram
7.biang agrobio(hasil pembiakan dari isolat agrobio) 1 liter
8.buah nanas yg sudah diblender 1 kg
9.air cucian beras 10 liter
10.aerator

B. CARA MEMBUATNYA

Pertama, campur semua bahan diatas  ( poin 2-9) di ember. Hal ini untuk memudahkan proses pengadukan. Setelah itu,  diaduk sampai merata.

Kedua, masukkan bahan-bahan yang telah tercampur ke dalam jerigen. Kemudian, fermentasikan secara aerobik menggunakan aerator selama 14 hari.

Mungkin, ada yang belum mengenal aerator. Aerator bisa menggunakan botol bekas minuman.

http://www.karawanginfo.com/wp-content/uploads/2011/10/Alat-Fermentasi-Pupuk-Organik-Cair-Bale-Pare.jpg
Contoh aerator (bekas botol  minuman). Gambar diambil dari internet

Skema fermentasi sama dengan pembiakan bakteri coryne

Kandungan Mikroba dalam Agrobio

Ada pun kandungan mikroba dalam agrobio adalah sbb : ( setelah mendapatkan kandungan mikroba dari email Mas Avi, saya istighfar sekaligus takbir) sebab kandungannya luar biasa banyak.
Coba saja, bandingkan dengan pupuk hayati manapun, paling banyak kandungan mikroba 5-6. Kalau kandungan mikroba agrobio sekitar 13 mkkroba, antara lain :
-azotobacter sp.
-azospillum sp.
-bacillus sp.
-pseudomonas sp.
-cytophaga sp.
-streptomyces sp.
-sacharomyces sp.
-aspergillus niger
-penicillium sp.
-pantoea sp.
-trichoderma pseudokoningii
-trichoderma harzianum
-gliocladium sp.’

Bila di sawah kita terdapat kandungan mikroba seperti di atas, dijamin, sawah kita pasti subur.
Oh ya, mas avi. Alangkan indahnya, bila tiap-tiap mikroba tsb dijelaskan masing-masing fungsinya. Terima kasih

Saya usul Mas Avi, bagaimana kalau isolat yang berkaitan dengan budidaya padi diperbanyak. Kemudian dijual dengan harga yang terjangkau.

Sumber : https://ceritanurmanadi.wordpress.com/page/7/

Kamis, 01 Agustus 2013

Penyimpanan Pakan Ternak


Penyimpanan Pakan Ternak

Oleh : Anis Mei Munazaroh

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut. Dalam dunia peternakan pakan merupakan faktor penentu keberhasilan usaha, dimana ketersediannya sangat terkait dengan waktu, sehingga perlu dilakukan penyimpanan. Penyimpanan pakan yang terlalu lama akan menurunkan kualitas dari pakan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan pakan adalah tipe atau jenis pakan, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, temperatur, kandungan air, kelembaban udara, (Williams, 1991), serangga, bakteri, kapang, binatang pengerat dan komposisi zat-zat makanan (Hall, 1970). Waktu penyimpanan cenderung untuk meningkatkan kadar air bahan, yang akan menunjang pertumbuhan jamur yang pada gilirannya akan lebih mempercepat kerusakan bahan tersebut (Wijandi, 1977). Daya simpan tiap jenis bahan pakan yang disimpan berbeda tergantung kandungan air bahan.
Bahan dengan kandungan air yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya dibandingkan dengan bahan dengan kadar air yang lebih tinggi (Hall, 1980).
 

Ada empat tipe kerusakan bahan pakan yang disimpan pada kondisi yang buruk yaitu : a) kerusakan fisik dan mekanik, yaitu kerusakan yang terjadi jika bahan tidak ditangani secara hati-hati waktu kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan; b) kerusakan kimiawi, yaitu meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia atau reaksi pencoklatan non enzimatik yang merusak partikel karbohidrat, penurunan kandungan vitamin dan asam nukleat ; c) kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat kerja beberapa enzim seperti protease, amilase dan lipase, misalnya pemecahan molekul lemak menjadi asam lemak bebas dan glyserol oleh enzim lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino (Syarief dan Haryadi, 1984), dan d) kerusakan biologis, terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat, burung, mikroorganisme selama penyimpanan (Williams, 1991).

ASPEK KIMIAWI DALAM PENYIMPANAN PAKAN

Proses kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan adalah terjadi perubahan atau kerusakan kandungan lemak dari pakan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mempercepat kerusakan lemak dari pakan adalah kandungan minyak, kontak dengan udara, cahaya, temperatur ruangan, kadar air bahan dan adanya katalis (Patterson, 1989). Kerusakan bijian dan bahan makanan pada penyimpanan dengan kondisi temperatur dan kadar air tinggi, terutama disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam hidrolisis lemak (Pomeranz, 1974) dimana lemak dipecah menjadi asam lemak bebas dan glycerol (Kaced, et al., 1984). Ketengikan yang terjadi pada bahan yang mengandung minyak dan lemak yaitu ketengikan hidrolisis dan ketengikan oksidasi yang berbeda dalam mekanismenya (Gunawan dan Tangendjaja, 1986).

Ketengikan hidrolisis merupakan akibat reaksi antara bahan pakan dengan air. Pada penyimpanan terlalu lama dimana terjadi kenaikan kandungan air biasanya terjadi ketengikan hidrolisis, akan tetapi ketengikan ini tidak selamanya terjadi bersamaan dengan ketengikan yang lain (Hattab, 1977). Pada reaksi hidrolisis akan dihasilkan gliserida dan asam lemak bebas dengan rantai pendek (C4 – C12). Akibat yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah terjadinya perubahan bau dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik (Djatmiko dan Pandjiwidjaja, 1984).

Sebagai illustrasi, dedak padi yang mempunyai kandungan minyak yang tinggi mudah terhidrolisis oleh enzim lipase bebas. Hidrolisis diakibatkan oleh reaksi antara lipase dan minyak di dalam dedak padi yang menghasilkan asam lemak bebas (Gunawan dan Tangendjaja, 1986). Kadar asam lemak bebas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan yaitu sebelum penyimpanan 16.5 % dan setelah dua bulan penyimpanan 80.7 % . Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase sangat tinggi sehingga hampir seluruh minyak dapat terhidrolisa dalam waktu dua bulan penyimpanan.

Ketengikan oksidasi yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap yang mempengaruhi reaksi ini menyebabkan lemak menjadi keras dan kental. Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya dipakai sebagai ukuran tingkat ketengikan (Kaced, et al., 1984). Ketengikan oksidatif merupakan reaksi autocatalytic dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya hasil oksidasi awal yang dapat mempercepat reaksi oksidasi selanjutnya, dan reaksi ini dikenal sebagai reaksi berantai (Schultz, et.al., 1962).

Pemecahan unsur lemak oleh ion-ion hidrogen menyebabkan terjadinya reaksi awal terbentuknya lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas yang merupakan awal kerusakan lemak. Kondisi oksigen atmosfir bereaksi dengan lemak radikal bebas membentuk molekul lemak radikal bebas peroksida, yang berlanjut membentuk molekul hidroperoksida yang stabil dan lemak radikal bebas lain. Tahap akhir oksidasi lemak terjadi reaksi antar lemak radikal bebas, antara lemak radikal bebas dengan lemak radikal bebas peroksida, dan antar lemak radikal bebas peroksida sehingga membentuk senyawa peroksida (Patterson,1989). Lama penyimpanan akan meningkatkan oksidasi lemak dedak padi yang ditunjukkan dengan bertambahnya bilangan peroksida (Syamsu, 2000a).
ASPEK MIKROBIOLOGI DALAM PENYIMPANAN PAKAN
Selama penyimpanan, pakan dapat mengalami kerusakan akibat adanya aktifitas mikroba seperti tumbuhnya jamur. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur pada pakan adalah : 1) aktivitas air, yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme, 2) konsentrasi ion hidrogen, 3) temperatur, 4) konsistensi ; cair dan padat, 5) status nutrien, dan 6) adanya bahan pengawet (Pitt dan Hocking, 1991). Kerusakan pakan bentuk biji-bijian terjadi karena adanya kontaminasi jasad renik dapat menyebabkan penurunan mutu karena kemungkinan mengandung racun. Sering dijumpai kerusakan bahan yang disimpan lama karena ditumbuhi kapang Aspergillus sp dan Penicillium sp yang tumbuh dominan selama penyimpanan (Syarief, 1985). Kapang Aspergillus flavus tumbuh dimana-mana, baik di udara, air, tanah, bahan pangan maupun pakan seperti jagung, beras dan biji kapas (Moreau dan Moss, 1979).

Kadar air dalam bahan pakan serta kelembaban relatif sangat berpengaruh pada pertumbuhan A.flavus penghasil aflatoksin. Kenaikan kadar air selama penyimpanan akibat pakan menyerap uap air dari udara menyebabkan pertumbuhan jamur semakin meningkat karena bertambah banyak spora jamur dari udara terbawa masuk (Goldblatt, 1969). Kadar aflatoksin dalam dedak padi meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air dedak padi selama penyimpanan (Syamsu, 2000b ). Species Aspergillus dan Penicillium sangat cepat tumbuh pada biji-bijian, kacang- kacangan dan produk lainnya selama proses penyimpanan terutama jika kandungan air bahan cukup tinggi (Wyllie dan Morehouse,
1978).
A.flavus dan A.parasiticus memerlukan kelembaban relatif untuk pertumbuhan dengan batas optimum 82 – 85 % dan suhu 30 – 32°C, sedangkan kondisi optimum untuk menghasilkan aflatoksin adalah pada suhu 25 – 30°C dengan kelembaban relatif 85 % dan pertumbuhan jamur tersebut optimum pada kandungan air 15 – 30 % (Indian Council of Agricultural Research, 1987). Aflatoksin adalah racun hasil metabolisme sekunder dari kapang A. flavus dan A. parasiticus yang banyak dijumpai pada berbagai pakan yang berasal dari komoditi pertanian maupun hasil sampingannya. Adanya pengaruh lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang tersebut dan penyimpanan bahan yang kurang memadai menyebabkan kontaminasi aflatoksin dapat terjadi setiap saat dan disetiap tempat (Sutikno, et al., 1993). Aflatoksin diberi nama sesuai penampakan pada kromatografi lapis tipis (TLC) yaitu B1 dan B2 untuk fluoresensi biru dan G1 dan G2 untuk fluoresensi hijau (Muhilal, et al., 1985). Kadar toksisitas dari tiap jenis aflatoksin berdeda, yang paling toksik adalah aflatoksin B1 dengan urutan kadar toksisitas adalah B1 > G1 > B2 > G2 (Giambrone, et al., 1985).

Di daerah tropis dengan kelembaban relatif tinggi, praktis tidak ada bahan yang tidak terkontaminasi oleh aflatoksin (Bilgrami dan Sinha, 1986). Kontaminasi aflatoksin pada pakan ternak dapat dikurangi dengan mengendalikan fungi penghasil aflatoksin dan detoksifikasi (Quitco, 1991). Beberapa bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan A.flavus adalah etilen oksida, sulfur oksida, theobromine, etil alkohol, metil alkohol, asam asetat, asam propionat, sodium bisulfat dan amonium polipropionat (Siriacha, et al., 1991).

Pengaruh aflatoksin terhadap kesehatan ternak terutama ternak unggas telah banyak dipublikasikan. Tergantung pada tinggi rendahnya level aflatoksin dalam bahan pakan,jenis dan umur ternak, maka pengaruh negatif aflatoksin dapat bervariasi mulai dari tingkat aflatoksikosis ringan sampai dengan kematian, dan aflatoksin dapat menjadi penyebab kerugian dalam usaha peternakan melalui makanan ternak (Sutikno, et al., 1993).

Kerugian di bidang peternakan yang disebabkan oleh aflatoksin meliputi beberapa hal, yaitu dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi (telur dan daging),terganggunya fungsi metabolisme dan absorbsi lemak, tembaga, besi, kalsium, fosfor, betakaroten serta memperlemah sistem kekebalan. Selain itu dengan adanya aflatoksin dalam pakan perlu diimbangi dengan kebutuhan energi, protein, vitamin yang lebih tinggi yang menyebabkan biaya produksi menjadi lebih mahal (Hamilton, 1987).
Aflatoksin dapat menurunkan pertambahan berat badan pada itik, kalkun, angsa, burung (Muller, et al., 1970), dan pada ayam menyebabkan pertumbuhan menurun, konversi makanan tidak efisien, pembesaran hati, jantung dan pankreas, serta pucatnya warna jengger, kaki dan sumsum tulang (Smith dan Hamilton, 1970).
PENUTUP
Penyimpanan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tipe atau jenis pakan, periode atau lama penyimpanan, metode penyimpanan, temperatur, kandungan air, kelembaban udara, serangga, bakteri, kapang, binatang pengerat dan komposisi zat-zat makanan. Kerusakan bahan pakan yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan yaitu : kerusakan fisik dan mekanik, kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatik,dan kerusakan biologis dan mikrobiologi. Untuk kerusakan kimiawi, biologis dan mikrobiologi dapat terjadi karena adanya aktifitas kimiawi, seperti terjadinya ketengikan yaitu ketengikan oksidatif dan hidrolisis serta aktifitas biologis dan mikrobiologis, seperti tumbuhnya jamur selama penyimpanan yang dapat menghasilkan toksin sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bilgrami, K.S and S.K.K. Sinha. 1986. Aflatoxin in India. Proc. Workshop Aflatoxin in
Maize. El Batan, Mexico
Djatmiko, B dan A. Pandjiwidjaja. 1984. Tehnologi Minyak dan Lemak I. Jurusan
Tehnologi Industri Fateta IPB, Bogor
Francis, B.J and J.F. Wood. 1982. Changes in the Nutritive Content and Value of Feed
Concentrates During Storage. In : Rechcigl, M. Jr. (ed.). Handbook of Nutritive
Value of Processed Food. Vol. II Animal Feedstuff. CRC Press, Inc. Boca Raton,
Florida Giambrone,
J.J., U.L. Diener., N.D. Davis., V.S. Panangola and F.J. Hoerr. 1985. Effect of aflatoxin on young turkey and broiler chickens. Poultry Sci. 64 : 1678 – 1684
Goldblatt, L.A. 1969. Introduction of Aflatoxin. In : L.A. Goldblatt (ed.). Aflatoxin
Scientitic Background, Control and Implication. Academic Press, New York
Gunawan dan B. Tangendjaja. 1986. Pengaruh kadar asam lemak bebas dalam ransum
terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Ilmu dan Peternakan 2 (4) : 159 – 162
Hall, C.W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. FAO, Rome
Hall, C.W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Connecticut
Hamilton, P.B. 1987. Why the Animal Industry Worries about Mycotoxin. Proc.
Symposium on Recent Development in the Study of Mycotoxin, Illinois
Hattab, S. 1977. Ketengikan (rancidity) ransum makanan ternak dan akibatnya. Warta
Pertanian 7 (41)Indian Council of Agricultural Research. 1987. Aflatoxin in Groundnut, Technologies for Better Crops. Krishi Anusandhan Bhavan, New Delhi
Kaced., Hoseney. R.C and E. Varrino-Marston. 1984. Factors affecting rancidity in
ground pearl millet (Pennisetum americanum L. Leeke). Cereal Chem. 61 (2) : 187
- 192
Moreau, C and M. Moss. 1979. Mold, Toxins and Food. John Wiley & Sons. Chichester,
New York, Brisbane
Muhilal., Shinta., R. Syarief., dan S. Saidin. 1985. Cemaran Aflatoksin pada Bahan
Makanan serta Bahayanya untuk Manusia dan Hewan. Lokakarya Nasional Pasca
Panen, Cisarua Bogor
Sumber :  http://thismilk.wordpress.com/

Susu Putih

Susu putih

Oleh : Harista W 
 
Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia.Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Air susu yang banyak menyebar dan dikenal dipasaran adalah air susu sapi. Sebenarnya air susu kambing dan kerbau tidak kalah nilai gizinya dibandingkan dengan air susu sapi. Hanya karena faktor kebiasaan dan ketersediaannya maka air susu sapi lebih menonjol dipasaran.
Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor, vitamin D, vitamin C dan besi. Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandung zat-zat gizi penting lainnya yang dapat meningkatkan status gizi. Pada perkembangan selanjutnya, dengan tujuan meningkatkan kualitas susu (dan juga untuk lebih menarik minat konsumen), bentuk olahan susu banyak yang diperkaya dengan zat gizi tambahan, misalnya dengan zat gizi kalsium (yang dikenal sebagai susu high calcium). Selain itu ada juga dengan cara mengurangi kadar lemak susu (low fat) sehingga secara proporsional kandungan gizi lainnya termasuk kalsium menjadi lebih tinggi (high calcium). Jenis susu ini biasanya terdapat dalam bentuk susu bubuk yang pada pengolahannya memerlukan suhu sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan kandungan gizi susu. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas dan untuk mempertahankan kandungan gizi pada susu bubuk, seringkali dilakukan melalui proses pengayaan (enrichment) zat gizi.
Air Susu Sebagai Bahan Makanan
Air susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Sebagai bahan makanan/minuman air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Calsium, Phosphor, Vitamin A, Vitamin B dan Riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen.
Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, S., 1983). Pada saat ini di Sumatera Utara susu dihasilkan di Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, Binjai dan Medan. Untuk pulau Jawa, susu dihasilkan dan diproses antara lain di daerah Jawa Barat yaitu Lembang dan ujung berung, Jawa Tengah yaitu di Semarang, Ungaran dan Boyolali serta di Jawa Timur yaitu di Pujon, Nongko jajar, Batu dan Grati.
Di Amerika Serikat, wilayah-wilayah utama penghasil susu terletak didekat kawasan urban atau perkotaan yang padat penduduk. Negara bagian Amerika Serikat yang merupakan pengahasil susu utama adalah Wisconsin, California, New York, Minnesota, Pensylvania, Michican, Ohio dan Iowa. Produksi susu total di Amerika Serikat senantiasa mengikuti perkembangan jumlah penduduk. Hal ini dimungkinkan karena meningkatnya produksi susu tiap ekor serta menurunnya konsumsi susu dan produk susu (dari 325 kg/kapita pada tahun 1950 menjadi 250 kg pada saat sekarang). Sejak tahun 1950, produksi susu tiap ekor sapi telah berlipat dua, yaitu antara 4500 sampai 5400 kg susu per ekor/tahun sebagai tingkat produksi yang umum. Banyak sapi yang istimewa yang dapat menghasilkan 13.500 kg susu/tahun
SIFAT FISIK AIR SUSU :
1. Warna air susu :
Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
2. Rasa dan bau air susu :
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan kualitas air susu. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Buckle et al., (1987) menyatakan bahwa cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin merupakan akibat dari:
  1. Sebab-sebab fisiologis seperti cita rasa pakan sapi misalnya alfalfa, bawang merah, bawang putih, dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari pakan dan air minum sapi.
  2. Sebab-sebabdari enzim yang menghasilkan cita rasa tengikkarena kegiatan lipase pada lemak susu.
  3. Sebab-sebab kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
  4. Sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.
  5. Sebab-sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada disekitarnya, sabun dan dari larutan chlor. Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air susu.
3. Berat jenis air susu :
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu = 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh :
  1. perubahan kondisi lemak
  2. Adanya gas yang timbul didalam air susu
4. Kekentalan air susu (viskositas)
Seperti BJ maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.
5. Titik beku dan titik cair dari air susu :
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah –0.500°C Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi –0.520°C. Titik beku air adalah 0°C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik beku. Karena campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100°C dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu dengan air.
6. Daya cerna air susu :
Air susu mengandung bahan/zat makanan yang secara totalitas dapat dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan sempurna atau 100%. Oleh karena itu air susu dinyatakan sangat baik sebagai bahan makanan. Tidak ada lagi bahan makanan baik dari hewani terlebih-lebih nabati yang sama daya cernanya denagn air susu.
SIFAT KIMIA SUSU :
Keasaman dan pH Susu : susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek, asam sitrat, asam-asam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pemburukan bakteri.
KOMPOSISI AIR SUSU
Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Hewan hewan yang susunya digunakan sebagai bahan makanan adalah sapi perah, kerbau unta, kambing perah (kambing etawah) dan domba. Berbagai sapi diternakkan untuk diperah susunya antara lain Ayrshire, Brown Swiss, Guernsey, Zebu, Sapi Grati, Fries Holand dan turunannya.
Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan.
Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3 – 5 persen sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3 – 8 persen. Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah 6,7. Komposisi air susu rata-rata adalah sebagai berikut :
komposisi air susu
komposisi air susu
Komposisi air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya :
  1. Jenis ternak dan keturunannya (hereditas).
  2. Tingkat laktasi.
  3. Umur ternak.
  4. Infeksi/peradangan pada ambing.
  5. Nutrisi/pakan ternak.
  6. Lingkungan dan
  7. Prosedur pemerahan susu.
Keseluruhan faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor-faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan, genetik dan management.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh Eniza. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. http://library.usu.ac.id/download/fp/ ternak-eniza2.pdf. 

Sumber : http://thismilk.wordpress.com/