..Ibadah qurban itu berarti perlu disiapkan dengan beternak yg baik !

Selasa, 14 Oktober 2014

Pakan disediakan dengan teknologi Hi-Fir untuk Rumput Awetan

Mari Beternak Tanpa Mencari Rumput Melalui Teknologi 'Hi-Fer'

02 December 2013 03:07 WIB
Mari Beternak Tanpa Mencari Rumput Melalui Teknologi 'Hi-Fer'
baznas tingkatkan pertanian / peternakan
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr. Ir. Suryahadi, DEA*
Upaya pencapaian program swasembada daging sapi selain memerlukan ketersediaan bibit/bakalan sapi, juga adanya kesiapan penyediaan pakan yang cukup dan berkelanjutan dengan mutu yang memadai serta harga murah.
Ketersediaan pakan yang belum memadai mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam peningkatan populasi ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan di Indonesia merupakan tema utama yang menjadi pembatas perkembangan ternak.
Salah satu komponen pakan yang utama adalah hijauan karena hijauan merupakan bahan pakan utama (lebih dari 80 persen dari total bahan kering).
Jumlah ternak sapi pada tahun 2011 sebanyak 14,8 juta ekor dan meningkat sekitar 0,07 persen pada tahun berikutnya (Ditjennak, 2012).
Kebutuhan minimum ternak ruminansia per satuan ternak (ST) adalah 1,14 ton bahan kering/tahun maka diperkirakan jumlah hijauan pakan yang diperlukan seluruhnya pada tahun 2012 adalah 18,3 juta ton bahan kering (BK).
Jumlah tersebut tergolong sangat banyak diperkirakan untuk mendukung program swasembada daging sehingga perlu adanya program maupun upaya penyediaan pakan hijauan berkelanjutan.
Secara perkiraan potensi ketersediaan pakan sangat tinggi, baik yang berasal dari hijauan maupun limbah pertanian. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber daya lahan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan.
Jika potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan 50 persen saja, jumlah ternak yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak. Hal tersebut belum termasuk padang rumput alam, yang jika diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan rumput unggul mampu meningkatkan daya tampungnya secara nyata.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, yang bersifat terpadu menyangkut teknologi pengolahan, pengemasan, transportasi dan distribusi, dan mampu menangani permasalahan pakan dari hulu sampai hilir (sejak proses produksi, sampai pada penggunaannya di tingkat peternak).
Sebagai bagian dari institusi/perguruan tinggi, Pusat Studi Hewan Tropika/Center for Tropical Animal Studies (Centras) LPPM-IPB telah dan akan terus mengembangkan berbagai inovasi teknologi tepat guna dan terpadu untuk meningkatkan penyediaan pakan bermutu di Indonesia.
Centras telah menghasilkan berbagai produk, di antaranya adalah probiotik dan komplemen pakan (KP) yang telah dibuktikan mampu memberikan efek positif bagi ternak.
Selanjutnya, hasil tersebut akan dimanfaatkan lebih lanjut dalam memproduksi Hi-fer.
Kelebihan dari teknologi ini adalah: (1) dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara masal; (2) mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat); dan (3) biaya murah.
Agar inovasi teknologi tepat guna, perlu model pengembangan produk Hi-fer dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat oleh perguruan tinggi.
Permasalahan Pakan Ternak
Terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan pakan ternak. Pertama, mutu pakan yang variatif (cenderung kurang) karena pakan kebanyakan merupakan limbah lignoselulolitik dengan kadar Total Digestible Nutrient (TDN) dan protein yang rendah.
Kedua, produksi pakan musiman (seasonal movement), umumnya produksi akan menurun ketika musim kemarau, yaitu pada bulan April hingga September.
Pada bulan tersebut peternak akan kesulitan mendapatkan rumput lapang atau penurunan produksi pada hijauan yang dibudidayakan sehingga produksi yang berlimpah pada musim hujan perlu diawetkan/disimpan untuk digunakan pada musim kemarau. Dengan demikian, membutuhkan teknologi penyimpanan.
Selain itu, lokasi produksi pakan tidak setumpu dengan lokasi produksi ternak. Kantong-kantong produksi ternak, khususnya sapi potong, cenderung mengarah di wilayah pinggiran perkotaan, sementara produksi hijauan umumnya banyak tersedia di daerah pedesaan.
Di samping itu, Pulau Jawa juga padat ternak, sementara produksi hijauan terbatas. Sebaliknya, terjadi produksi hijauan banyak di Pulau Sumatera, namun populasi ternaknya relatif sedikit. Hal ini membutuhkan solusi agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan berupa tersedianya teknik pengemasan dan transportasi yang tepat guna sehingga memudahkan pakan tersebut didistribusikan.
Secara ringkas kebutuhan teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah teknologi terpadu meliputi pengolahan pakan, pengawetan, pengemasan, transportasi, dan komersialisasi.
Salah satu solusi terpadu adalah teknologi produksi Hi-fer yang mampu memanfaatkan hijauan pakan dan mengolahnya menjadi lebih bernilai nutrisi dan mudah didistribusikan ke sentra ternak, dan diharapkan sekaligus mampu mengatasi
Penelitian
Centras LPPM IPB dalam dua tahun terakhir ini telah menemukan beberapa hasil yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut.
Hasil-hasil penelitian terdahulu, yaitu produk probiotik unggul. Produk ini mampu meningkatkan palatabilitas ransum 16,9 persen, meningkatkan kecernaan serat 12,8 persen dan protein 17,9 persen, meningkatkan pertambahan bobot badan dari 1,17 kg/ekor/hari menjadi 1,39 kg/ekor/hari dan menurunkan emisi gas pencemaran pada feses terutama gas amonia dan H2S berkurang 8,8 persen dan 3,5 persen.
Selain itu, Centras telah mengembangkan probiotik yang mampu menekan toksisitas aflatoksin pada susu sapi perah (Solta, et al., 2013) dan mengikat aflatoxin di rumen sapi.
Selanjutnya, produk KP, yaitu bahan yang dicampurkan dengan pakan yang memberikan efek menguntungkan.
KP terdiri atas campuran asam dan garam-garam serta antioksidan dan anti jamur. KP produk CENTRAS LPPM-IPB terbukti mampu meningkatkan palatabilitas pakan fermentasi, meningkatkan daya simpan pakan, dan mempercepat proses fermentasi.
Penelitian tindak lanjut yang akan dilakukan adalah aplikasi penggunaan kedua produk tersebut (kombinasi) dalam proses fermentasi hijauan pakan ternak serta menentukan bentuk kemasan yang mudah diterapkan oleh masyarakat, serta memungkinkan untuk dikomersialkan sehingga dapat menjadi andalan sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Dengan keunggulan KP tersebut, akan memudahkan proses pembuatan Hi-fer dan penggunaan probiotik akan dapat mempercepat proses pengawetan sehingga pada akhirnya biaya pengolahan, penyimpanan, dan transportasi pakan tersebut menjadi lebih mudah dan murah.
Selain itu karena menyangkut inovasi baru dalam teknologi tepat guna, akan dirumuskan model introduksi teknologi tersebut dengan sistem produksi massal oleh masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi masyarakat setempat.
Produk Inovatif-Aplikatif
Hi-fer adalah hijauan hasil fermentasi dengan menggunakan probiotik dan komplemen pakan produk penelitian Centras LPPM IPB yang berkualitas prima (palatable/sangat disukai ternak, kadar protein 10 persen, kandungan energi/TDN  55 persen), mudah dan tahan lama disimpan (daya simpan 2 bulan).
Inovasi Hi-fer merupakan teknologi tepat guna tentang cara produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, dan kiat mudah dalam transportasi dalam bentuk produk kemasan komersial.
Hi-fer dikemas dalam kantong polibag plastik kedap udara (2 layer), dengan bobot maksimum per kemasan 35 kg, sehingga mudah diangkut, didistribusikan, serta penggunaannya di tingkat peternak sangat praktis.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan produk hijauan pakan yang sederhana, mudah dilaksanakan, murah dalam pembiayaan (produksi), dan memiliki prospek komersial dalam skala luas. Keseluruhan paket ini dikemas dalam produk yang dikenal dengan Hi-fer, sehingga memungkinkan peternak dapat mengurangi aktivitas mengarit.
Teknologi Hi-fer+ dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara massal dengan mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat) dan biaya murah (maksimum biaya pengolahan dan pengemasan adalah 20 persen dari harga bahan baku/hijauan).
Dengan kemudahan pembuatan dan keunggulan produk ini, akan memberikan manfaat baik bagi masyarakat umum, petani/peternak, perguruan tinggi dan pemerintah sebagaimana yang dikemukakan di atas.
Hi-fer merupakan Model Pemberdayaan Masyarakat oleh Perguruan Tinggi Berbasis Inovasi Teknologi.
Model ini meliputi model tentang peran masing-masing pelaku: petani/masyarakat sebagai produsen, mitra kerja sebagai pengumpul dan institusi/perguruan tinggi sebagai inovator dan pendamping pengembangan produk.
Selain itu, model akan menyangkut tentang penyiapan kelembagaan dan komersialisasi produk sehingga dapat berlangsung secara berkelanjutan dan memungkinkan untuk direplikasi di berbagai wilayah.
Keunggulan yang dimiliki teknologi Hi-fer memberikan dampak nyata bagi perkembangan peternakan khususnya dalam penyediaan pakan. Baik petani ternak maupun pelaku industri peternakan dapat merasakan manfaat teknologi ini.
Hasil uji coba yang dilakukan CENTRAS IPB, bahwa pemberian 100 persen Hi-fer mampu sebagai pengganti hijauan rumput segar.
Dengan menghasilkan pertambahan bobot badan rata-rata 1.48 kg/ekor/hari. Dengan teknologi Hi-fer peternak mudah dalam pengadaan rumput (baik di daerah sulit hijauan maupun di perkotaan. Begitu pula pengusaha industri pakan skala menengah (industri pakan hijauan) sangat terbantu oleh teknologi ini.
Keunggulan lainnya mudah dalam pemberian di lapangan (semudah pemberian konsntrat ke ternak dan terukur, dengan dosis pemberian yang tepat).
Teknologi Hi-fer diyakini tidak terlampau mengotori kandang, mampu menekan bau feses, dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Bagi IPB Hi-Fer telah berhasil melalui serangkaian kegiatan yang dikemas dalam bentuk paket teknologi nutrisi dan pakan, dengan penerapan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Manfaat ini tanggapi dengan baik oleh mitra kerja. Penerapan-penerapan teknologi tepat guna Hi-fer dan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat telah direspons oleh masyarakat khususnya CV. Anugrah Farm, Ciampea Bogor.
Usaha sapi potong di peternakam Anugrah Farm dilakukan sistem "community development" ternak peternak-peternak sekitar usaha ternaknya, dengan mendifusikan inovasi Hi-fer.
Peternak-peternak binaan (yang sebagian besar berusia lanjut) tersebut tak perlu "ngarit", mencari rumput. Pakan Hi-fer disediakan pihak Anugrah Farm.
"Teknologi Hi-fer merupakan solusi yang diberikan IPB terhadap dinamika dan kemajuan bidang peternakan. Dengan teknologi ini, maka ke depan diharapkan para peternak mampu beternak tanpa mengarit," kata Prof. H. Djuanda, pimpinan CV. Anugrah Farm.
*Kepala Pusat Studi Hewan Tropika (CENTRAS) LPPM IPB
Red: Julkifli Marbun
Sumber: Antara
Sumber : http://m.republika.co.id/berita/konsultasi/kewirausahaan/13/12/01/mx4oif-mari-beternak-tanpa-mencari-rumput-melalui-teknologi-hifer

Pakan Sapi dengan Teknologi Hi Fer

Mengatasi Masalah Ketersediaan Dan Kualitas Pakan Sapi Dengan Teknologi Hi-Fer

Upaya pencapaian program swasembada daging sapi selain memerlukan ketersediaan bibit/bakalan sapi, juga adanya kesiapan penyediaan pakan yang cukup dan berkelanjutan dengan mutu yang memadai serta harga murah.

Ketersediaan pakan yang belum memadai mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam peningkatan populasi ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan di Indonesia merupakan tema utama yang menjadi pembatas perkembangan ternak.

Salah satu komponen pakan yang utama adalah hijauan karena hijauan merupakan bahan pakan utama (lebih dari 80 persen dari total bahan kering).

Jumlah ternak sapi pada tahun 2011 sebanyak 14,8 juta ekor dan meningkat sekitar 0,07 persen pada tahun berikutnya (Ditjennak, 2012).

Kebutuhan minimum ternak ruminansia per satuan ternak (ST) adalah 1,14 ton bahan kering/tahun maka diperkirakan jumlah hijauan pakan yang diperlukan seluruhnya pada tahun 2012 adalah 18,3 juta ton bahan kering (BK).

Jumlah tersebut tergolong sangat banyak diperkirakan untuk mendukung program swasembada daging sehingga perlu adanya program maupun upaya penyediaan pakan hijauan berkelanjutan.

Secara perkiraan potensi ketersediaan pakan sangat tinggi, baik yang berasal dari hijauan maupun limbah pertanian. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber daya lahan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan.

Jika potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan 50 persen saja, jumlah ternak yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak. Hal tersebut belum termasuk padang rumput alam, yang jika diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan rumput unggul mampu meningkatkan daya tampungnya secara nyata.

Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, yang bersifat terpadu menyangkut teknologi pengolahan, pengemasan, transportasi dan distribusi, dan mampu menangani permasalahan pakan dari hulu sampai hilir (sejak proses produksi, sampai pada penggunaannya di tingkat peternak).

Sebagai bagian dari institusi/perguruan tinggi, Pusat Studi Hewan Tropika/Center for Tropical Animal Studies (Centras) LPPM-IPB telah dan akan terus mengembangkan berbagai inovasi teknologi tepat guna dan terpadu untuk meningkatkan penyediaan pakan bermutu di Indonesia.

Centras telah menghasilkan berbagai produk, di antaranya adalah probiotik dan komplemen pakan (KP) yang telah dibuktikan mampu memberikan efek positif bagi ternak.

Selanjutnya, hasil tersebut akan dimanfaatkan lebih lanjut dalam memproduksi Hi-fer.

Kelebihan dari teknologi ini adalah: (1) dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara masal; (2) mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat); dan (3) biaya murah.

Agar inovasi teknologi tepat guna, perlu model pengembangan produk Hi-fer dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat oleh perguruan tinggi.

Terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan pakan ternak. Pertama, mutu pakan yang variatif (cenderung kurang) karena pakan kebanyakan merupakan limbah lignoselulolitik dengan kadar Total Digestible Nutrient (TDN) dan protein yang rendah.

Kedua, produksi pakan musiman (seasonal movement), umumnya produksi akan menurun ketika musim kemarau, yaitu pada bulan April hingga September.

Pada bulan tersebut peternak akan kesulitan mendapatkan rumput lapang atau penurunan produksi pada hijauan yang dibudidayakan sehingga produksi yang berlimpah pada musim hujan perlu diawetkan/disimpan untuk digunakan pada musim kemarau. Dengan demikian, membutuhkan teknologi penyimpanan.

Selain itu, lokasi produksi pakan tidak setumpu dengan lokasi produksi ternak. Kantong-kantong produksi ternak, khususnya sapi potong, cenderung mengarah di wilayah pinggiran perkotaan, sementara produksi hijauan umumnya banyak tersedia di daerah pedesaan.

Di samping itu, Pulau Jawa juga padat ternak, sementara produksi hijauan terbatas. Sebaliknya, terjadi produksi hijauan banyak di Pulau Sumatera, namun populasi ternaknya relatif sedikit. Hal ini membutuhkan solusi agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan berupa tersedianya teknik pengemasan dan transportasi yang tepat guna sehingga memudahkan pakan tersebut didistribusikan.

Secara ringkas kebutuhan teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah teknologi terpadu meliputi pengolahan pakan, pengawetan, pengemasan, transportasi, dan komersialisasi.

Salah satu solusi terpadu adalah teknologi produksi Hi-fer yang mampu memanfaatkan hijauan pakan dan mengolahnya menjadi lebih bernilai nutrisi dan mudah didistribusikan ke sentra ternak, dan diharapkan sekaligus mampu mengatasi

Centras LPPM IPB dalam dua tahun terakhir ini telah menemukan beberapa hasil yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut.

Hasil-hasil penelitian terdahulu, yaitu produk probiotik unggul. Produk ini mampu meningkatkan palatabilitas ransum 16,9 persen, meningkatkan kecernaan serat 12,8 persen dan protein 17,9 persen, meningkatkan pertambahan bobot badan dari 1,17 kg/ekor/hari menjadi 1,39 kg/ekor/hari dan menurunkan emisi gas pencemaran pada feses terutama gas amonia dan H2S berkurang 8,8 persen dan 3,5 persen.

Selain itu, Centras telah mengembangkan probiotik yang mampu menekan toksisitas aflatoksin pada susu sapi perah (Solta, et al., 2013) dan mengikat aflatoxin di rumen sapi.

Selanjutnya, produk KP, yaitu bahan yang dicampurkan dengan pakan yang memberikan efek menguntungkan.

KP terdiri atas campuran asam dan garam-garam serta antioksidan dan anti jamur. KP produk CENTRAS LPPM-IPB terbukti mampu meningkatkan palatabilitas pakan fermentasi, meningkatkan daya simpan pakan, dan mempercepat proses fermentasi.

Penelitian tindak lanjut yang akan dilakukan adalah aplikasi penggunaan kedua produk tersebut (kombinasi) dalam proses fermentasi hijauan pakan ternak serta menentukan bentuk kemasan yang mudah diterapkan oleh masyarakat, serta memungkinkan untuk dikomersialkan sehingga dapat menjadi andalan sumber pendapatan baru bagi masyarakat.

Dengan keunggulan KP tersebut, akan memudahkan proses pembuatan Hi-fer dan penggunaan probiotik akan dapat mempercepat proses pengawetan sehingga pada akhirnya biaya pengolahan, penyimpanan, dan transportasi pakan tersebut menjadi lebih mudah dan murah.

Selain itu karena menyangkut inovasi baru dalam teknologi tepat guna, akan dirumuskan model introduksi teknologi tersebut dengan sistem produksi massal oleh masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi masyarakat setempat.

Hi-fer adalah hijauan hasil fermentasi dengan menggunakan probiotik dan komplemen pakan produk penelitian Centras LPPM IPB yang berkualitas prima (palatable/sangat disukai ternak, kadar protein 10 persen, kandungan energi/TDN 55 persen), mudah dan tahan lama disimpan (daya simpan 2 bulan).

Inovasi Hi-fer merupakan teknologi tepat guna tentang cara produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, dan kiat mudah dalam transportasi dalam bentuk produk kemasan komersial.

Hi-fer dikemas dalam kantong polibag plastik kedap udara (2 layer), dengan bobot maksimum per kemasan 35 kg, sehingga mudah diangkut, didistribusikan, serta penggunaannya di tingkat peternak sangat praktis.

Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan produk hijauan pakan yang sederhana, mudah dilaksanakan, murah dalam pembiayaan (produksi), dan memiliki prospek komersial dalam skala luas. Keseluruhan paket ini dikemas dalam produk yang dikenal dengan Hi-fer, sehingga memungkinkan peternak dapat mengurangi aktivitas mengarit.

Teknologi Hi-fer+ dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara massal dengan mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat) dan biaya murah (maksimum biaya pengolahan dan pengemasan adalah 20 persen dari harga bahan baku/hijauan).

Dengan kemudahan pembuatan dan keunggulan produk ini, akan memberikan manfaat baik bagi masyarakat umum, petani/peternak, perguruan tinggi dan pemerintah sebagaimana yang dikemukakan di atas.

Hi-fer merupakan Model Pemberdayaan Masyarakat oleh Perguruan Tinggi Berbasis Inovasi Teknologi.

Model ini meliputi model tentang peran masing-masing pelaku: petani/masyarakat sebagai produsen, mitra kerja sebagai pengumpul dan institusi/perguruan tinggi sebagai inovator dan pendamping pengembangan produk.

Selain itu, model akan menyangkut tentang penyiapan kelembagaan dan komersialisasi produk sehingga dapat berlangsung secara berkelanjutan dan memungkinkan untuk direplikasi di berbagai wilayah.

Keunggulan yang dimiliki teknologi Hi-fer memberikan dampak nyata bagi perkembangan peternakan khususnya dalam penyediaan pakan. Baik petani ternak maupun pelaku industri peternakan dapat merasakan manfaat teknologi ini.

Hasil uji coba yang dilakukan CENTRAS IPB, bahwa pemberian 100 persen Hi-fer mampu sebagai pengganti hijauan rumput segar.

Dengan menghasilkan pertambahan bobot badan rata-rata 1.48 kg/ekor/hari. Dengan teknologi Hi-fer peternak mudah dalam pengadaan rumput (baik di daerah sulit hijauan maupun di perkotaan. Begitu pula pengusaha industri pakan skala menengah (industri pakan hijauan) sangat terbantu oleh teknologi ini.

Keunggulan lainnya mudah dalam pemberian di lapangan (semudah pemberian konsntrat ke ternak dan terukur, dengan dosis pemberian yang tepat).

Teknologi Hi-fer diyakini tidak terlampau mengotori kandang, mampu menekan bau feses, dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Bagi IPB Hi-Fer telah berhasil melalui serangkaian kegiatan yang dikemas dalam bentuk paket teknologi nutrisi dan pakan, dengan penerapan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Manfaat ini tanggapi dengan baik oleh mitra kerja. Penerapan-penerapan teknologi tepat guna Hi-fer dan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat telah direspons oleh masyarakat khususnya CV. Anugrah Farm, Ciampea Bogor.

Usaha sapi potong di peternakam Anugrah Farm dilakukan sistem "community development" ternak peternak-peternak sekitar usaha ternaknya, dengan mendifusikan inovasi Hi-fer.

Peternak-peternak binaan (yang sebagian besar berusia lanjut) tersebut tak perlu "ngarit", mencari rumput. Pakan Hi-fer disediakan pihak Anugrah Farm.

"Teknologi Hi-fer merupakan solusi yang diberikan IPB terhadap dinamika dan kemajuan bidang peternakan. Dengan teknologi ini, maka ke depan diharapkan para peternak mampu beternak tanpa mengarit," kata Prof. H. Djuanda, pimpinan CV. Anugrah Farm.

Baca juga...
"Lamtoro, Pakan Hijauan Untuk Ternak Sapi Dengan Tingkat Kecernaan Paling Tinggi" -> http://duniasapi.com/id/budidaya/1854-lamtoro-pakan-hijauan-ternak-sapi-.html

Sumber berita :http://www.republika.co.id/berita/konsultasi/kewirausahaan/13/12/01/mx4oif-mari-beternak-tanpa-mencari-rumput-melalui-teknologi-hifer

Sumber :  https://m.facebook.com/permalink.php?id=192354284169717&story_fbid=584246261647182

Senin, 06 Oktober 2014

SAPI-SAPI TERBESAR DI DUNIA








SAPI-SAPI TERBESAR DI DUNIA


Berikut ini ada beberapa referensi 3 Sapi Terbesar Di Dunia yang telah tercatat di rekor. Mumpung di hari raya idul adha tambah-tambah ilmu deh tentang Sapi Terbesar Di Dunia yang dikutip dari yang-ter-unik.blogspot.com
Diatas dengan Berat 1.60 Ton, Sapi yang berada di Ingris (Britain) ini adalah sapi terbesar di Dunia. Weew dagingnya berasa. Dagingnya yang montok
Chilli adalah sapi jantan jenis FH terbesar di dunia dengan berat lebih dari 1 ton dan tingginya hampir mencapai 2 meter (+/- 197 cm) atau hampir sama dengan ukuran sebuah gajah kecil.


Sapi FH memang salah satu jenis sapi perah yang unggul dalam menghasilkan susu. Sapi FH terkenal dengan produksi susunya yang tinggi, bisa mencapai lebih dari 6350 kg/tahun dengan persentase kadar lemak susu 3-7%. Bibit sapi FH yang unggul menjadi sangat penting karena akan menentukan hasil produksi susu di masa yang akan datang. Seekor sapi perah dara yang akan dijadian bibit unggul calon induk sebaiknya berasal dari induk dan pejantan yang menghasilkan produksi susu tinggi. Bisa anda bayangkan bila semua ukuran sapi bisa dibuat sebesar ini maka satu sapi bisa untuk makan 1 kelurahan atau bahkan kabupaten.


Di Indonesia seekor sapi seberat 1,2 ton diklaim sebagai hewan kurban terberat di Indonesia. Penyembelihan sapi ini dicatatkan di Museum RekorIndonesia sebagai ‘Sapi kurban terberat’ di Indonesia.

Sumber : http://terselubung.in/umum/tiga-sapi-terbesar-di-dunia.html


Mesin Perawatan Sapi : Meja Potong Kuku Sapi

Cara Mudah Potong Kuku Sapi
updated: Jumat, 04 April 2014 05:20:42 AM


Meja Potong Kuku Sapi
(HOOF TRIMMING TABLE)
“VET TRACTO TECH”


VET TRACTO TECKuku pada sapi merupakan bagian terberat menerima beban dari tubuh sapi, seluruh beban tubuh hanya bertumpu pada empat pasang kuku yang luasnya hanya beberapa centimeter saja, sehingga bila terjadi masalah pada kuku dapat menyebabkan pain stress pada ternak yang berakibat sapi tidak mampu berdiri dan berakibat fatal.
Ketidaknyamanan pada kuku akibat kurangnya perawatan kuku (terlalu panjang atau sudut kuku yang kurang tepat) sangat mempengaruhi produktifitas sapi seperti:
  1. Rendahnya produksi dan kualitas semen pejantan karena adanya Rasa sakit pada saat mounting pada proses collecting semen;
  2. Pada betina Produksi susu rendah;
  3. BCS rendah (tidak mampu menopang bobot tubuh);
  4. Derajat berahi jelek cenderung silent heat;
  5. Calving interval jadi panjang; dan
  6. Trauma pada putting.
potong kuku sapiVET TRACTO TECH, adalah mesin potong kuku yang merupakan visualisasi hasil diskusi dari team WASBITNAK BIB Lembang, team KESWAN BIB Lembang ,Team KESWAN BBIB Singosari dan Team keswan KSU Tandangsari yang diprakarsai oleh kepala kedua balai tersebut, sebagai jawaban terhadap masalah sulitnya perawatan dan pengobatan terhadap masalah-masalah yang terjadi pada kuku sapi di kedua balai tersebut khususnya, dan peternakan sapi perah, sapi potong dan pembibitan sapi di Indonesia pada umumnya.
Mesin ini diproduksi oleh KSU Tandangsari, Selain memproduksi vet tracto tech KSU tandangsari juga memproduksi kandang potong kuku biasa (proses potong kuku sapi tetap berdiri) baik elektrik maupun manual.
Keunggulan Vet Tracto Tech adalah:
  1. Bisa digunakan untuk ukuran sapi besar s/d 1 ton yang sangat sulit bila dilakukan pada kandang potong kuku biasa.
  2. Potong kuku jadi mudah, dan lebih cepat bisa dilakukan oleh 2 orang sekaligus, sehingga sapi tidak terlalu stress.
  3. Pengobatan pada ulcus solea dan perawatan potong kuku bisa dilakukan bersamaan
  4. Lebih aman bagi operator
  5. Lebih aman bagi ternak.
  6. Lebih murah dibanding barang import.
  7. Service dan sperepart terjamin
Cara Kerja Mesin

potong kuku sapiProses potong kuku dilakukan dengan cara memijit tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas meja dan dibaringkan terlebih dahulu. Alat yang digunakan disa menggunakan Gerinda kuku, rennet, dan kame gata
Lifting process menggunakan system hidrolik dengan 2 buah silinder sehingga proses pengangkatan lebih halus dan lebih bertenaga. Kecepatan mengangkat bisa diatur mulai dari 15 detik tergantung kebutuhan dan kekuatan mengangkat bisa di atur dengan mengatur pressure control disesuaikan dengan object kerja.
Spesifikasi teknis VET TRACTO TECH:

Power pack hidrolik
AC 380 V (3 phasa) , 1 PK. Kapasitas tanki oli 20 liter, oli turalik 52 Silinder hidrolik 2 buah, total lifting s/d 10 ton.
Kaki Meja
Besi UNP 100, KS (SNI), dinding bordesk.
Ukuran 70 x 130 x 170 cm.
Rangka kandang mekanis
Besi polo 5, tebal 3mm, besi UNP 100 KS (SNI), bordesk, karpet karet 16 mm. Ukuran : 85 x 190 x 200 cm.


Sumber : http://promosi.orgfree.com/?page=mesin+potong+kuku+sapi

Cara Mudah Potong Kuku Sapi

Gambar-gambar Cara Mudah Potong Kuku Sapi untuk Pemesanan





Sabtu, 04 Oktober 2014

JUWAWUT (Pennisetum hypoides) SYARAT TUMBUH, BUDIDAYA, & TATA NIAGA

JUWAWUT (Pennisetum hypoides)
SYARAT TUMBUH, BUDIDAYA, & TATA NIAGA

1.    SYARAT  TUMBUH JUWAWUT


Tanaman jewawut memiliki adaptasi yang baik pada daerah bercurah hujan rendah bahkan di daerah kering sekalipun.

Jewawut dapat ditanam di daerah semi kering dengan curah hujan kurang dari 125 mm selama masa pertumbuhan yang pada umumnya sekitar 3-4 bulan. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. Di daerah tropis, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah semi kering sampai ketinggian 2.000 m dpl. Tanaman ini menyukai lahan subur dan dapat tumbuh baik pada bebagai jenis tanah, seperti tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, dan bahkan tetap tumbuh pada tanah miskin hara atau tanah pinggiran. Sedangkan pH yang cocok untuk tanaman ini adalah 4-8. (Grubben dan Partohardjono, 1996).

Jewawut di petani dikenal dengan berbagai nama lokal. Jewawut ditanam pada lahan kering di musim hujan periode Pebruari-Juni bersama dengan padi gogo atau dipinggiran kebun berteras sebagai penahan erosi kebuh jagung.

Jewawut ditanam tumpangsari dengan padi gogo. Tanaman jewawut berumur lebih cepat sekitar satu  bulan dari padi karena berumur 3 bulan, sehingga jewawut tergolong lebih hemat menggunakan air dari pada padi dan jagung. Sedangkan jewawut yang ditanam sisipan dengan tanaman jagung memiliki umur panen yang bersamaan dengan jagung.

Tanaman ini sangat mudah untuk dibudidayakan karena di tanam pada lahan-lahanladang penduduk dengan cara tanah yang digembur ditaburi dengan biji Jewawut. Kemudian tanaman ini tidak memiliki musim dan bisa ditanam sepanjang tahun dengan mempertimbangkan kondisi pertumbuhannya. Kemudian tidak membutuhkan jenis tanah khusus. Olehnya itu, bisa ditanam dimana saja dengan cara ditabur.

2.    BUDIDAYA JUWAWUT

Perbanyakan :

Jenis ini dapat diperbanyak dengan biji, baik ditaburkan atau ditanam dalam lubang. Kebutuhan benih 8—10 kg/ha apabila jenis yang ditanam hanya juwawut. Di India, jenis ini sering ditanam dalam campuran dengan padi-padian, kapas dan gandum.

Sistem Olah Tanah

Sistem olah tanah yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman jewawut, sorghum, gandum, dan wijen terdiri atas tiga metode atau cara, yaitu sistem olah tanah konvensional (yang menggunakan guludan/ bedengan), sistem olah tanah minimum (pada tanah yang subur atau gembur) dan sistem tanpa olah tanah. Berikut beberapa macam olah tanah yang biasa digunakan:

2.3.1 Sistem Olah Tanah Konvensional (Guludan atau Bedengan)

Prinsip dari sistem olah tanah konvensional (guludan atau bedengan) adalah mengolah tanah secara keseluruhan, yaitu dengan cara manual dan menggunakan cangkul atau linggis kemudian membongkar dan membalik tanah lalu diratakan. Tanah yang akan ditanami tanaman harus dibersihkan dari tanaman pengganggu seperti gulma. Tanah yang telah bersih kemudian dibentuk guludan atau semacam bedengan dengan saluran drainasenya agar dapat membuang kelebihan air pada musim-musim hujan. Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25–30 cm dengan lebar dasar sekitar 30–40 cm. Jarak antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan. Guludan dapat diperkuat dengan menanam rumput atau tanaman perdu (Chairani, 2010).

Keuntungan dari olah tanah konvensional adalah pertumbuhan tanaman akan subur sebab aliran aerase atau pertuara udara dalam tanah menjadi lancar, pori-pori tanah juga semakin banyak menyerap air dan unsur hara yang diperlukan tanaman. Namun, ada juga kerugian dari pengolahan tanah konvensional yaitu membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan penggunaan waktu juga kurang efisien sebab selain membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak juga membutuhkan waktu yang agak lama dibandingkan dengan olah tanah yang lain sebab dalam olah tanah ini, semua permukaan tanah diolah tanpa terkecuali bahkan tanah yang tidak ditanami (Chairani, 2010).

2.3.2 Sistem Olah Tanah Minimum (Pada Tanah Subur atau Gembur)

Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan atau pemberian pupuk (baik pupuk hijaupupuk kandang, atau kompos) dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik pengolahan tanah minimum perlu disertai denganpemberian mulsa. Keuntungan olah tanah minimum adalah menghindari kerusakan struktur tanah, mengurangi aliran permukaan dan erosi, memperlambat proses mineralisasi, mengefisienkan tenaga kerja daripada pengelolaan penuh, dan dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah. Kerugian dari olah tanah minimum adalahpersiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksi yang rendah, lebih cocok untuk tanah yang gembur, pemberian mulsa perlu dilakukan secara terus menerus, herbisida diperlukan apabila pengendalian tanaman pengganggu tidak dilakukan secara manual atau dilakukan secara mekanis (Chairani,2010).

2.3.3 Sistem Tanpa Olah Tanah

Untuk sistem tanpa olah tanah, juga bisa diterapkan pada tanah-tanah yang subur atau gemburSistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari konsep olah tanah konservasi yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma (tanaman pengganggu). Budidaya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian tradisional yang dimodifikasikan, dengan memasukkan unsur kimiawi untuk mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya dibenamkan dalam lumpu(Nursyamsi, 2004).

Persiapan lahan pada sistem TOT (tanpa olah tanah) dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida. Glyfosat merupakan salah satu herbisida yang banyak digunakan untuk mempersiapkan lahan TOT. Aplikasi herbisida pada lahan TOT seringkali menimbulkan adanya pergeseran gulma yang tumbuh berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi  gulma yang tumbuh pada saat persiapan lahan serta untuk membandingkan pengaruh saat aplikasi dan dosis herbisida glyfosat terhadap pergeseran gulma (Nurjanah, 2011).

Berikut teknik budidaya yang dapat diterapkan pada juwawut:

a.    Budidaya tanaan jewawut ini agak mirip dengan tanaman sorgum. Untuk penanamnnya dapat dilakukan di lahan maupun di dalam green house untuk menjaganya dari gangguan hama seperti burung dan hama tikus karena jewawut ini termasuk tanaman yang digemari oleh kedua jenis hama ini. Sama dengan sorgum, benih jewawut tidak disemaikan tetapi dapat langsung di tanam pada suatu media tanam ataupun lahan penanaman dengan jumlah benih yang ditanam sebanyak satu jumput atau malai dalam satu lubang tanam .Jarak tanam yang cocok untuk tanaman jewawut pada luas areal 2 x 3 meter adalah 75 x 20 cm atau 70x 25 cm.

b.Penyulaman, mengganti tanaman lama yang tumbuhnya tidak normal, rusak atau terkena hama penyakit dengan mencabut seluruh akarrnya kemudian diganti dengan tanaman baru pada lubang bekas tanaman tersebut.

c.Pemberian Ajir. Pemberian cagak untuk memperkuat berdirinya juwawut. Biasanya dilakukan 2-3 MST.

d.  Pemangkasan, merupakan proses pemotongan tunas/cabang yang tumbuh tidak produktif. Pelaksanaannya dilakukan 2 tahap, pertama pada saat pemasangan ajir selanjutnya pemangkasan kedua dilakukan 3-4 minggu setelah pemangkasan pertama.

e.    Penyiangan

f.     Roguing

g.Proses pemupukannya dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, TSP dan KCL dengan perbandingan 2 : 1 : 1 dan jika perlu menambahkan fosfor sebagai pelengkap.

h.Proses pemeliharaannya yang perlu dilakukan adalah penyiraman di mana di lakukan untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penyiraman ini sebaiknya dilakukan 2 kali sehari agar tanaman tersebut tidak mengalami kekeringan selama pertumbuhannya.

i. Penyulaman perlu juga dilakukan jika ada tanaman yang tidak tumbuh pada suatu lubang tanam. Selain itu, dapat pula dilakukan penyiangan untuk membersihkannya dari hama dan penyakit seperti gulma dan serangga perusak tanaman dengan menyemprotkan pestisida ke bagian tanaman yang terserang.

j.  Pengendalian hama & penyakit. Tanaman juwawut termasuk tanaman yang tahan terhadap serangan hama penyakit. Meskipun demikian tetap ada beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang, namun apabila tanaman ini dirawat dengan baik kecil kemungkinan akan terserang hama penyakit. Oleh karena itu tindakan preventif / berjaga-jaga sangat dianjurkan agar tanaman tidak terserang.

3.    TATA NIAGA JUWAWUT

 Jewawut atau millet menempati urutan ke-enam sebagai biji-bijian paling utama dan dikonsumsi sepertiga penduduk dunia. Salah satu sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B terutama niacin, B6 dan folacin juga asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat berperan menghambat perkembangan sel kanker (anti kanker), juga menurunkan resiko mengidap penyakit jantung (artheriosclerosis, serangan jantung, stroke dan hipertensi). Jewawut tumbuh subur di daerah bersuhu tinggi, terbatas ketersediaan air, tanpa aplikasi pupuk dan masukan teknologi lainnya, dan di lahan kritis yang sulit ditanami biji-bijian lain seperti gandum serta padi (Bhuja, 2009).

Jewawut dalam bentuk biji, juga mudah diperoleh di warung pakan burung yang ada di pasar desa, pasar kecamatan dan pasar kabupaten. Di pasar Narmada terdapat beberapa kios/warung penjual pakan burung berupa jewawut warna coklat tua, coklat muda maupun hitam seperti jewawut yang ditemukan di lapangan. Menurut penjual pakan burung, jenis jewawut tersebut dibeli dari Jawa (Surabaya).  Jewawut berukuran biji besar maupun biji kecil dijual seharga Rp. 6.000/kg.  Jewawut berukuran biji besar ada yang berwarna merah coklat, coklat, kuning muda atau krem, putih dan juga warna hitam.  Berbagai macam jenis jewawut ditemukan pula di pasar burung Mandalika, Baratais.  Jewawut yang berukuran biji besar diduga termasuk jenis pear millet (Pennisetum glaucum).  Sedangkan jewawut berbiji kecil diduga termasuk millet jenis Panicum miliaceum atau proso millet dan Panicum ramosum atau bronstop millet.

Cara tradisional pemanfaatan jewawut adalah sebagai makanan selingan berupa bubur betem, dodol betem dan bajet betem. Petani sampel belum pernah menjual jewawut ke pasar burung

Tanaman jewawut juga dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini dikarenakan jewawut mengandung sumber vitamin B dan beta karoten. Biji jewawut dapat pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah dengan coklat dan susu. Tanaman yang banyak ditanam di daerah Jawa, NTT, dan NTB ini ditanami oleh para petani tradisional yang biasanya mengenal jewawut sebagai tanaman serealia dengan ekonomi minor.

Di negara-negara maju, jewawut telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan di berbagai negara di dunia ini. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan makanan lain. Pemanfaatan juwawut dibagi berdasarkan bentuknya, yakni biji utuh (whole grain) atau biji yang mengalami proses pengolahan (crackedgrain), bubur kental (stiff porridge), roti tidak beragi (unleavened bread), roti beragi (leavened bread), berbagai macam makanan ringan (miscellanous snacks), dan berbagai jenis minuman (beverages) di berbagai negara.

Masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Sumba belum mengenal Jewawut sebagai sumber pangan pengganti nasi, sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan burung atau makanan alternatif karena kelaparan / musim lapar / paceklik. Sehingga dianggap makanan orang yang terkena musibah kelaparan.  Selain itu juga dapat berfungsi sebagai obat kanke, sebagai diriuretic, astringent, digunakan untuk mengobati rematic.

Jewawut jenis pear millet memiliki potensi hasil 3,5 t/ha jika dibudidayakan secara optimum (Duke, 1978).  Informasi ini memberikan gambaran bahwa sistem produksi millet yang intensif dapat bernilai efisien.  Millet dapat ditumpangsarikan dengan padi gogo, atau sebagai tanaman sisipan sebelum jagung di panen. Jika potensi hasil millet mencapai 2,5 t saja dan harga pembelian millet di pasar burung Mandalika Rp. 4.000/kg (Rp. 6000/kg harga jual), maka dari luasan 1 ha dapat meraih pendapatan sebesar Rp. 10 juta.

Di Indonesia, pengolahan jewawut masih sangat terbatas. Namun di beberapa daerah jewawut telah dimanfaatkan dengan cara mengolahnya menjadi nasi tetapi masih dilakukan secara sederhana. Awalnya jewawut tersebut dijemur, disosoh, hingga hanya terdapat bagian daging atau endospermanya saja. Selanjutnya, jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa, pemanfaatan ini hampir sama dengan memasak beras ketan. Secara tradisional pemanfaatan jewawut yang lain yaitu dengan mengolahnya menjadi bubur, dodol, dan bajet.

Tepung jewawut juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk mie. Hal ini dikarenakan kandungan proteinnya yang hampir sama dengan tepung terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. 

Tepung Millet
Tepung millet akan banyak mengandung serat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu memperlancar proses metabolisme. Hasil tepung ini sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet. Sedangkan kelebihan dari alternatif pilihan kedua adalah tepung yang dihasilkan lebih cerah. Setelah tepung millet diperoleh, barulah tepung tersebut dimanfaatkan dan diolah menjadi beberapa jenis bahan makanan (Sholikhah, et al., 2008).

Pengemasan

Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat dijadikan alat  pemikat bagi pembeli. Dengan kemasan yang tepat, produk mie akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat umur simpannya (Suyanti, 2008). Agar produk mie instan tahan lama maka akan dibutuhkan pengemas primer yang bersifat kedap air, rasa, bau, dan warna. Kemasan primer yang biasa digunakan adalah plastik polipropilen atau polietilen. Kemasan ini bersifat sekali pakai. Dalam penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan oriented polypropilen (OPP) sehingga tahan terhadap berbagai jenis kerusakan (Astawan, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, 2008. Juwawut. diakses dari http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.  cgi? newsid1093402541,40984, pada  tanggal 20 desember 2010
Bhuja, 2009. Teknologi Budidaya Millet.Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Provinsi Irian Jaya. Jayapura.
Chairani, 2010Jewawut diakses dari. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id .:pengelolaan-plasmanutfah-jagung -sorgum-gandum-jewawut &cati .penelitian-2006-2007&Itemid=141. Pada tanggal 20 desember 2010.
Grubben dan Partohardjono, 1996. Cereal: Plant Resources of South-East Asia No. 10. PROSEA Bogor, 200 pp.
Suyanti, 2008. Tata Niaga Serealia. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta, 81 hlm.

Sumber :http://tantriati0.blogspot.com/2014/06/makalah-agrotek-serealia-juwawut.html